Pater Wijbrand

Pater Wijbrand
CRESCAT ET FLOREAT

Nov 28, 2010

KESAN PESAN REUNI 2010

Selamat sore rekans.Acara reuni sudah selesai tapi beberapa orang masih melanjutkan kebersamaan.Sementara menunggu misa,saya mengirimkan berita ini.Saat ini,saya,beko,bosman dan putut masih bersama.Mereka akan naek ke puncak bersama saya setelah saya menyelesaikan tugas misa.
Mungkin malam ini kami akan adakan reuni part II di santo yusup bersama denga para saudara dari cianjur yang kemaren tidak sempat hadir.Meskipun mata sudah berat namun semangat tetap menyala untuk berkumpul.
Hal lain yang lebih penting adalah masalah buku P.Wijbrans.Saat ini buku tersebut masih tersisah banyak dan modal untuk biaya cetak pun belum tertutup.Oleh karena itu bagi para teman yang belum memiliki tetapi sangat ingin memiliki maka bisa menghubungi seminari karena buku tersebut ada di seminari.Semoga buku ini lekas habis sehingga bisa menutup biaya cetak dan membantu alma mater.Anda yang ingin memesan,silahkan pesan dan transfer uangnya baru akan dikirimkan bukubnya.Terimakasih atas kerjasama temans semua


Salam,
~Dedie K OFM~

--------------------------------------------------------------------------------

KESAN PESAN REUNI 2010

Para sahabat yang terkasih,
Rangkaian demi rangkaian mulai berlalu tapi kita masih menantikan acara penting ucapan syukur dalam perayaan ekaristi kudus dengan selebran utama Mgr.Michael Angkur OFM.
Di awali dengan ibadat di makam kali mulya yang dipimpin oleh Rm.Yulius OSC,beberapa alumni sekitar 30an orang yang sudah hadir sejak kemarin,mendoakan para manta rektor dan pamong kita yang telah wafat.Selesai sekitar pukul 9,peserta kembali ke seminari.Pagi tadi mulai berdatangan satu per satu alumnus dr setiap angkatan.Cukup berkecil hati karena sampai pada acara rekoleksi yang dipimpin oleh romo rektor,peserta yang datang juga belum begitu banyak.Mungkin baru sekitar 60an orang.Roimo rektor dala rekoleksinya mengajak dan menyadarkan kita akan peran panggilan kita dalam Gereja.Terlebih lagi beliau juga menggugah kita untuk melihat kebutuhan nyata alma mater kita terutama dalam kebutuhan operasional.Mengerikan jika melihat pendapatan yang masuk dari para seminaris hanya 50% dari total pengeluaran yang dibutuhkan.Darimanakah sisanya harus ditutup?Inilah sentuhan dan harapan romo rektor pada kita para alumni.Tergerakkah kita?
Selesai rekoleksi,sekita pukul 12.30,acara dilanjutkan dengan santap siang.Dalam doa makan,kita juga mendoakan rekan kita Pastor Antonius Pramono SCJ yang merayakan hari ultah imamatnya yang ke 13 dan Frans Widyanto merayakan hari ultah kelhirannya yang ke 38 tepat pada hari ini.
Rupanya seminari mulai terasa semakin sempit ketika para alumnus lainnya mulai kembali berdatangan.Meskipun cuaca mendung dan sedikit diguyur hujan,tetapi tidak mengurangai kebahagiaan dan keceriaan para alumnus.Sampai berita ini ditulis,para alumnus masih bercanda ria melepas rindu dan melihat putaran film kehidupan masa lalu melalui celotahan ringan dan lucu serta obrolan2 serius namun santai.Sebagian panita mulai terlelap untuk mengumpulkan tenang kembali menghadapi acara nanti sore sampai malam.Masih ada beberap acara penting yang harus di jalani.Selain perayaan ekaristi,maka akan diadakan juga acara lelang untuk menggalang dana bagi program pembangunan seminari dan pengenalan buku P.Wijbrands yang dibuat oleh Sdr.Bobby PR.Mohon dukungan teman2 semoga acara ini dapat berjalan lancar,dan teristimewa semoga kita bisa memberikan sesuatu yang saat ini sangat dibutuhkan oleh para seminaris.
Tidak lupa saya menyapa teman2 yang tidak hadir.Jangan anda kecewa tetapi masih banyak yang bisa anda lakukan.Jika anda tergugah maka anda bisa hadir dalam dukungan dana yang bisa ditransfer ke nomor rekening panti eh salah...maksud saya rekening seminari.Jika berminat maka akan saya sampaikan nomor rekening tersebut.Demikian sekilas laporan pandangan mata.Semoga dapat melepas kerinduan teman2 juga.


Salam,
~Dedie K OFM~

--------------------------------------------------------------------------------

KESAN PESAN REUNI 2010

Rekans, suasana reuni masih terasa sepertinya belum dan mungkin tidak akan pernah cukup waktu untuk bermemori bersama saudara2 yang pernah hidup seatap di Stella Maris. Banyak cerita kisah selama hidup bersama...untuk selalu menjalin kebersamaan kita mohon rekan2 yang belum tergabung dalam milist atau facebook d.larista bisa diajak untuk bergabung.
Facebook d.larista bs diinvite dgn email d.larista@yahoo.com atau dengan nama Stella Maris d'larista.
Salah satu sarana komunikasi utk rekan2 yang memiliki ‎​ bisa di share pin ‎​ kalian akan segera di invite dlm group.

Mohon rekan2 yang sempat mendokumentasikan acara reuni kemarin dapat mengirimkan ke milist atau facebook d.larista.

Terima kasih rekan sekalian....indahnya kebersamaan dalam satu hati....Crescat et Floreat...

Salam,
B Dimas Handoko
Co Moderator

KESAN PESAN REUNI 2010

hari ini minggu,,,tapi kenangan indah memory temu kangen sungguh tidak bias begitu saja saat ingatan terlintas masa2 20 tahun yg lalu sekelebat muncul,,,seakan akan tombol on terputar,,sungguh indah...saat kemarin kami duduk sore di eks tampomas mas Anton Beller, Rm Alparis, Rm Yosef Watun, mas Hans Funan dan saya, sungguh merupakan saat sedang minta ijin untuk foto copy sama Pater Rector...lalu seperti biasa kembali keseminari masuk matahari ngedinginin badan,,,Rm Alparis seperti biasa ngajak nyari bakwan dan combro hehehe ngajak ceting bareng,,,,

sungguh acara Reuni yg sangat berkesan, makan malam banyak teman2 yg kami temui menyapa, tertawa, senda gurau, bahkan kami tidak bisa lagi membedakan mana awam, para romo, propinsial, rector sugguh tidak ada batasan,,,yg ada hanya persaudaraan dan persaudaraan,,,saya sendiri walaupun sudah punya anak dua tapi merasa saya sdh menjadi romo di paroki entah berantah hehehehe.....

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih sedalam dalamnya untuk Rm Yulius OSC ( thanks juga atas korek apinya bro ), Rm Deddie, Paman Arnoko, Abang Campur, Kakak Hermawan Gouw, Mas Bobby Patiradja ( buku mu sangat bagus bro thanks ), dan para panitia lainnya....
Anda semua sungguh luar biasa,,,, melalui tangan dan ide kalian semua acara semalam sungguh menjadi acara yg terberkati dan berkesan di hati kami....

semoga kedepannya persaudaraan kita menjadi lebih kental dan akrab sesama alumni dan dapat melakukan yg terbaik buat seminari kita

sekali lagi terimakasih bro,,,,salam hangat dari saya
Stefanus Ope Tolok

DANA REUNI 2010

Dear All,

Sebenarnya Panitia tidak mau berbicara masalah biaya namun karena ada rekan yang bertanya maka dengan sangat senang berikut ini kami uraikan perincian biaya siapa tahu ada para alumnus yang mau membantu penjualan Buku Pater Wijbrand
Modal acara ini kurang lebih sebagai berikut :
•Cetak buku Pater Wijbrands Rp.17.000.000,-- (untuk 500 eksemplar)
•Kunsumsi yg dikeluarkan Rektor Rp. 30.000.000,--
•Bis Rp. 1.200.000,--
•Modal lukisan Rm Yulius Rp. 3.000.000,--
•Modal Likisan Hedi Gustino Rp. 2.000.000,--
•Sumbangan Karpet Rp. 5.300.000,-- (sumbangan)
•Soft Drink (kaleng) Rp. 3.000.000,-- (sumbangan)
• Total Rp. 61.200.000,--
Belum termasuk sewa sound system ..

Nah bagi rekan rekan yang mau membantu, tolong beli buku Pater Wijbrand karena menurut catatan yang saya terima dari Rekter yang terjual hanya 79 buku x Rp. 75.000 = Rp.5.925.000,--

Atau jika ada yang berminat mau beli buku silahkan hubungi kami dan uang transfer ke rekening Seminari a/n : Yohanes Driyanto atau Nikasius Jatmiko , Rek No.8410101000, BCA

Wassalam
LS

Aug 25, 2010

Bau Tanah Selepas Hujan

.......:
"Tuhan juga bukan soal teologi seperti apa dan filsafat aliran mana,
sehingga konstruksi di luar skenario pikir kita itu sesat dan bidah.
Tuhan itu adalah soal apa yang kita yakini ketika kita bertindak.
Tindakan yang kita lakukan dengan kesungguhan hati, telah menjadi doa
dan madah. Maka, hidup ini adalah sebuah kitab suci tertua dan
terbuka yang ditulis oleh Tuhan sendiri, alam ini adalah ruang ibadah
kita tanpa dinding dan tanpa atap, sesama kita adalah wujud
wajah-wajah Tuhan
yang menyamar yang perlu kita layani dengan setulus hati dan tindakan
kita adalah ritual suci di hadapan altar agung Yang Illahi."....

Terusannya di bawah ini:

Bau Tanah Selepas Hujan

Apa yang kita lakukan dalam hidup ini sebenarnya tidak begitu penting,
yang lebih penting adalah kita telah melakukannya. Manusia
mendefinisikan dirinya dengan perilakunya. Apa yang telah kita
lakukan, sebenarnya sudah kita lakukan dan kita tidak bisa mengubah
apa yang sudah terjadi. Kita hanya bisa mengubah apa yang belum
terjadi.

Dalam banyak tradisi kerohanian, tindakan adalah laku tertinggi dalam
praktek kesucian. Doa melalui tindakan (contemplatio in actione)
menempati level tertinggi dari hirarki doa itu sendiri.
Manusia-manusia suci tak tergantung lagi dengan ritual untuk
memanjatkan doa, tak tergantung lagi dengan tempat ibadah untuk
hening. Melalui tindakan, mereka berdoa dalam perilaku yang sederhana
setiap hari. Manusia seperti ini tak terganggu oleh kebisingan
sekitar,

atau terganggu oleh kesibukan yang menumpuk. Setiap tarikan nafas,
kedipan mata, gerakan tubuh, ucapan kata, adalah gerakan-gerakan doa
yang dia lakukan. Tindakan adalah rumah ibadahnya.

Suatu hari, ada iring-iringan Raja dengan segenap pengawalnya. Kereta
berkuda berderap ramai memasuki suatu desa, hingga menggugah hampir
seluruh warga berdiri di pinggir jalan, ingin melihat bagaimana raja
dan rombongannya lewat. Di sela-sela keramaian, ada seorang pemuda
yang berjalan menyusuri jalan tersebut, hingga ia melihat ada seorang
pandai besi yang tetap bekerja menempa besi-besi yang sudah
dipanggangnya di api. Si pandai
besi itu kelihatannya tidak terusik dengan kedatangan sang Raja, ia
tetap bekerja seperti sedia kala. Maka pemuda itu mendekatinya dan
bertanya, "Apakah kamu tahu, siapa yang baru saja lewat di pinggir
jalan?" Lalu si pandai besi itu menjawab, "Aku tidak tahu." Maka,
sejak saat itu, si pemuda memutuskan untuk berguru kepada si Pandai
Besi dan menjadi muridnya.

Banyak orang beragama saat ini menjadi cengeng. Sedikit ada suara
berisik di luar tempat ibadah, mereka marah-marah dan merasa terusik.
Ada seorang pemuka agama yang marah-marah di atas mimbar, karena di
belakang ada suara
anak-anak yang sedang bermain dan ada yang menangis. Pemuka agama ini
mengatakan, suara-suara itu mengganggu kekusukan dan kekidmatan
berdoa. Suatu kali, Yesus sedang mengajar orang-orang yang berkerumun
mengikuti-Nya,
hingga tiba-tiba Ia mendengar suara gaduh anak-anak di luar yang
hendak masuk ke ruangan tetapi diusir oleh para murid-Nya. Maka Yesus
berkata, "Kenapa kalian usir anak-anak itu, biarkanlah mereka masuk,
sebab anak-anak inilah yang empunya Kerajaan Surga. Kalau kalian tak
mau menjadi seperti anak kecil ini, kalian akan kehilangan surga."
Jika Tuhan hanya kita temukan
di tempat yang tenang dan damai, ber-AC dan bersih, dan tidak bisa
kita temukan di tempat yang berisik dan kumuh, maka kita telah
menemukan Tuhan yang salah.

Si Pandai Besi, adalah teladan kita, bahwa dalam pekerjaannya dia
sedang melakukan hubungan yang intim dengan Tuhan, sampai-sampai,
suara-suara di luar sana menjadi tiada. Keintiman dan keheningan kita
bersama Tuhan, mengalahkan keramaian dan kegaduhan yang ditimbulkan
oleh dunia ini.
Suara-suara di luar sana, tak ubahnya suara televisi atau radio, bisa
kita atur volumenya, besar atau kecil, atau kita matikan sama-sekali.
Si Pandai Besi adalah teladan kita, bahwa ibadah dan perilaku, adalah
satu.

Sesungguhnya, kita tak pernah benar-benar percaya, bahwa Tuhan itu
ada. Para filsuf menyebutnya, ateisme praktis, ketidakpercayaan pada
Tuhan dalam tindakan, meskipun selalu memuji dan mengakui-Nya. Vijay
Eswaran, seorang
pejiarah batin, menulis begini, "Jika Anda menerima Tuhan, Anda harus
memahami bahwa Dia ada dalam semua yang kita lakukan. Dalam semua
relasi. Dalam semua tantangan. Dalam semua rintangan. Kerja sebagai
ibadah jika dilakukan bersama-Nya di pikiran kita. Jika tanpa
menyertakan Dia, pekerjaan
itu akan menjadi pengakuan dosa." Tuhan itu bukan soal dimana Dia
berada sehingga kita membangun sebuah rumah untuk berdoa atau sebuah
tempat yang kita sebut tanah suci. Bukan soal kapan waktu yang tepat
untuk bertemu dengan-Nya, sehingga kita menetapkan hari dan waktu
tertentu untuk berdoa.
Seorang sufi menulis, "Mereka yang jauh dari Ka'abah berdoa dengan
menghadap Ka'abah. Tetapi mereka yang berada di dalam Ka'abah, berdoa
menghadap kemanapun yang mereka inginkan." Semua tempat suci dan semua
waktu bernilai
di mata Tuhan. Jika tidak, kenapa Dia menciptakan- Nya. Tuhan juga
bukan soal teologi seperti apa dan filsafat aliran mana, sehingga
konstruksi di luar skenario pikir itu sesat dan bidah. Tuhan itu
adalah soal apa yang kita yakini ketika kita bertindak. Tindakan yang
kita lakukan dengan kesungguhan hati, telah menjadi doa. Maka, hidup
ini adalah sebuah kitab suci tertua dan terbuka yang ditulis oleh
Tuhan sendiri, alam ini adalah ruang ibadah kita
tanpa dinding dan tanpa atap, sesama kita adalah wujud wajah-wajah
Tuhan yang menyamar yang perlu kita layani dengan setulus hati dan
tindakan kita adalah ritual suci di hadapan altar agung Yang Illahi.
Suatu kali, seorang sahabat mengirim sebuah puisi yang ditulis W.S.
Rendra (Almarhum) kepada saya. Puisi ini, katanya ditulis ketika
beliau sedang terbaring sakit di ranjangnya sebelum meninggal. Saya
mengutipnya di sini untuk bekal perjalanan kita ke dunia hati.

Seringkali aku berkata, ketika semua orang memuji milikku

Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan

Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya

Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya

Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya

Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya

Tetapi mengapa aku tak pernah bertanya:

Mengapa Dia menitipkan padaku?

Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?

Mengapa hatiku justru terasa berat,

Ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,

Kusebut itu sebagai ujian,

Kusebut itu sebagai petaka,

Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku

Aku ingin lebih banyak harta,

Ingin lebih banyak mobil,

Lebih banyak popularitas,

Dan kutolak sakit,

Kutolak kemiskinan,

Seolah semua "derita" adalah hukum bagiku

Seolah keadilan dan kasih-Nya

Harus berjalan seperti matematika:

Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,

Dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih

Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku"

Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku

Gusti,

Padahal tiap hari kuucapkan,

Hidup dan matiku hanya untuk beribadah.

"Ketika langit dan bumi bersatu,

Bencana dan keberuntungan sama saja".....

Semua manusia akan mati, tetapi hanya orang-orang tertentu yang tetap
kita kenang. Apa yang kita kenang dari mereka? Kita mengenang apa yang
telah mereka lakukan untuk peradaban dan kemanusiaan, untuk kehidupan
yang lebih
baik di dunia ini. Kita tidak sekedar mengenang apa yang mereka
katakan, tetapi mengenang tindakan yang terekam dalam kata-kata
mereka. Kita memang
mempercayai orang dengan kata-katanya, tetapi kita menghargai mereka
dengan perilakunya. Maka jika Anda ingin meninggalkan jejak kenangan
dalam hidup ini, hiduplah seperti hujan yang turun ke bumi, setelah
selesai, dia akan meninggalkan bau harum dari tanah yang dibasahinya.
Tinggalkan perbuatan yang baik, perilaku yang bermartabat, dan
tindakan yang membawa kemuliaan.

Jangan menunggu, waktu tidak akan pernah "benar-benar tepat".

Mulailah dari tempat Anda berdiri sekarang,

dan bekerjalah dengan menggunakan alat apapun yang Anda miliki,

dan alat-alat yang lebih baik akan ditemukan

saat Anda melakukan pekerjaan Anda

(Napoleon Hill)

--
"Only two things are infinite: The universe and human stupidity. And I
am not so sure about the former." Einstein.
(Please delete it from your files if you are not interested. Thank you
for your kind compliance).

Aug 18, 2010

*Berpikir Yang Baik Tentang Sesama*

Suatu hari seorang bapak kehilangan uang sebesar lima ratus ribu
rupiah. Ia sudah mencari ke mana-mana, namun tidak ia temukan. Ia sudah
berusaha mengingat-ingat apakah uangnya itu tertinggal di kantor atau jatuh
di jalan. Namun ia tidak ingat apa-apa. Yang pasti adalah ia memasukkan
uangnya itu ke saku celananya, bukan di dompetnya. Karena itu, ia menaruh
curiga terhadap pembantu rumah tangga yang pagi harinya mencuci celananya.

Namun ia tidak mau cepat-cepat menuduh. Sepulang dari kantor, ia
bertanya kepada istrinya tentang uang lima ratus ribu rupiah yang hilang
itu. Sang istri juga tidak tahu. Ia hanya memindahkan celana suaminya yang
kotor itu lalu meletakkan di kamar mandi. Setelah itu, pembantu yang mencuci
celana dan pakaian-pakaian yang lain. Bapak itu semakin bingung mendengar
penjelasan istrinya. Ia semakin kuatir, karena uang itu bukan miliknya. Uang
itu milik bersama teman-teman di kantornya.

Akhirnya, ia memberanikan diri bertanya kepada sang pembantu.
Sambil tersenyum, pembantu itu berkata, “Pak, saya simpan uang bapak. Bapak
tidak usah cemas. Uang bapak selamat.”

Bapak itu memandang penuh senyum dan terima kasih kepada pembantu
itu. Ia memeluknya. Ia meminta maaf kepadanya, karena sudah berprasangka
buruk terhadapnya.

Sering orang mudah berprasangka buruk terhadap sesamanya.
Kesalahan yang dibuatnya sendiri dituduhkan kepada orang lain. Kecerobohan
diri sendiri dilimpahkan kepada orang lain. Orang mau melempar kesalahan
dirinya kepada orang lain.

Kisah tadi mengajak kita untuk hati-hati dalam menuduh orang lain.
Belum tentu orang yang kita tuduh itu seburuk yang ada dalam pikiran kita.
Ternyata orang yang dituduh melakukan hal yang buruk itu orang yang baik.
Orang yang peduli terhadap sesamanya. Orang yang mau menyelamatkan
sesamanya.

Ketika Anda berhadapan dengan suatu persoalan, Anda mesti
tanggalkan prasangka-prasangka. Prasangka itu seperti sepatu yang enak
dipakai, tetapi tidak bisa dipakai untuk berjalan. Mengapa ada
prasangka-prasangka? Karena orang tidak menguasai persoalan yang ada. Orang
masih meraba-raba tentang suatu persoalan. Orang mesti berusaha menguasai
sungguh-sungguh suatu persoalan.

Orang akan memiliki pandangan yang lebih jernih dan enak, kalau ia
mampu melepaskan diri dari prasangka-prasangka. Persoalan hidup pun akan
mudah diatasi. Untuk itu, orang mesti membersihkan dirinya dari pikiran yang
buruk tentang orang lain. Orang mesti memiliki suatu pikiran positif tentang
orang lain.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk menemukan hal-hal yang
baik dalam diri sesama kita. Dengan cara ini, kita akan melihat sesama
dengan mata yang jernih dan baik. Kita akan membangun suatu relasi yang
lebih baik dengan sesama kita. Hidup kita akan bahagia dan damai. Tuhan
memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

Jun 17, 2010

Ketika......

Ketika kerjamu tidak di hargai, maka saat itu engkau sedang belajar
> tentang
> KETULUSAN.
>
> Ketika usahamu dinilai tidak penting, maka saat itu engkau sedang belajar
> KEIKHLASAN.
>
> Ketika hatimu terluka sangat dalam, saat itu engkau sedang belajar tentang
> MEMAAFKAN.
>
> Ketika engkau harus lelah, kecewa maka saat itu engkau sedang belajar
> tentang KESUNGGUHAN.
>
> Ketika engkau merasa sepi & sendiri, maka saat itu kau sedang belajar
> tentang KETANGGUHAN.
>
> Ketika engkau harus membayar biaya yang sebenarnya tidak perlu engkau
> tanggung, maka saat itu engkau sedang belajar tentang KEMURAHAN HATI.
>
> Tuhan menempatkan kita di tempat kita sekarang bukan KEBETULAN.
>
> Kita tidak pernah berjalan sendiri.
>
> Tuhan memberi jalan kehidupan.
>
> Tetap Semangat.
>
> Ciayyoo...

NIKMATILAH KOPINYA

> Tak jarang kita menggerutu dan menyesali keadaan. Begitu banyak segi
> kehidupan yang membuat kita merasa tidak puas dan akhirya melupakan
> pemberian Tuhan yang sangat berharga, yaitu kehidupan itu sendiri.
> Cerita berikut ini memberikan pelajaran penting agar kita tidak terlalu
> mempersoalkan mengenai cara Tuhan "mengemas" kehidupan masing-masing
> orang.
> Suatu hari beberapa alumni University California Berkeley yang sudah
> bekerja dan mapan dalam karier, mendatangi profesor kampus mereka yang
> kini sudah lanjut usia. Mereka membicarakan banyak hal menyangkut
> pekerjaan dan akhirnya masing-masing mengungkapkan keluhan serta protes
> terhadap pekerjaan maupun kehidupan mereka.
> Sang profesor lalu ke dapur dan kembali dengan membawa seteko kopi
> panas. Disebuah nampan ia membawa bermacam-macam cangkir. Ada yang
> terbuat dari kaca, kristal, melamin, beling, dan plastik. Beberapa
> cangkir nampak indah dan mahal, tetapi ada juga yang bentuknya
> biasa-biasa saja dan terbuat dari bahan yang murah. "Silahkan
> masing-masing mengambil cangkir dan menuang kopinya sendiri," sang
> profesor mempersilahkan tamu-tamunya. Setelah masing-masing sudah
> memegang cangkir berisi kopi, profesor itu berkata, "Perhatikanlah bahwa
> kalian semua memilih cangkir-cangkir yang bagus dan yang tertinggal kini
> hanya cangkir murah dan tidak begitu menarik. Memilih yang terbaik
> adalah hal yang normal. Tetapi sebenarnya justru disinilah persoalannya.
> Ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus, perasaan kalian
> menjadi terganggu. Kalian mulai melihat cangkir yang dipegang orang lain
> dan membandingkannya dengan cangkir yang kalian pegang. Pikiran kalian
> terfokus kepada cangkir, padahal yang kalian ingin nikmati bukanlah
> cangkirnya, melainkan kopinya."
> Sesungguhnya kopi itu adalah kehidupan kita, sedangkan cangkirnya adalah
> pekerjaan, jabatan, uang dan posisi yang kita miliki. Jangan pernah
> membiarkan cangkir yang hanya merupakan wadah dari kopi tersebut
> mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Pekerjaan, jabatan dan status kita
> didalam pekerjaan atau di masyarakat hanya merupakan "wadah" yang
> seharusnya tidak mempengaruhi kualitas kehidupan kita. Orang boleh saja
> menaruh kopi didalam cangkir kristal yang mahal dan indah, tetapi belum
> tentu mereka dapat menikmati indahnya karunia kehidupan yang diberikan
> Tuhan.
> Mari kita belajar menghargai dan mensyukuri hidup ini bagaimanapun cara
> Tuhan "mengemas'nya untuk masing-masing kita. Yang penting bagaimana
> kita menyikapi anugerah kehidupan dan mengisinya dengan hal-hal yang
> benar dan positif.
>
> DOA
> Tuhan, ajarku bersyukur atas pekerjaan, jabatan dan apapun yang kumiliki
> dalam hidupku. Aku mau selalu memuliakanMu. Amin.
>
> Kata-kata Bijak
> Kebahagiaan hidup terutama ditentukan oleh faktor dari dalam diri kita,
> dan bukan dari luar diri kita

Jun 5, 2010

JAHE DAN EKARISTI

Saya yakin teman-teman pasti tidak asing dengan tanaman seperti jahe, kunir, temulawak, dsb. Tanaman obat itu berkembang biak secara menjalar dengan munculnya tunas kecil (atau stem) yang akan membesar, lulu siap akan memunculkan tunas yang baru dan seterusnya. Kalaupun dipisahkan dari induknya, jahe yang baru akan bertahan hidup. Setiap kali dipotong dan ditanam lagi, akan tumbuh tunas lagi dan seterusnya. Meskipun tanaman seperti jahe itu berkembang semakin banyak,namun induk jahe tidak pernah lalu “menonjolkan diri”, akan tetapi jahe yang sudah menua pun tetap akan tumbuh di bawah tanah. Akan tetapi kalau jahe itu ditanam di tanah dengan kedalaman humus sekitar 1-3meter, jahe itu akan tumbuh memanjang ke bawah . Bukankah tanaman jahe itu bisa menjadi lambang orang yang mampu membuat kaderisasi, namun dia tidak pernah berusaha untuk menonjolkan diri? Jahe tidak pernah punya kesempatan untuk berkata, “Akulah yang paling hebat! karena tunas-tunas jahe berikutnya dapat berdiri sendiri.” Jahe itu menunjukkan simbolisasi orang yang diutus untuk mengakader kaum muda, tidak merasa lebih tinggi, tapi justru tetap berada tersembunyi, seperti jahe tumbuh di bawah tanah.




Bukankah juga para murid sebenarnya diutus oleh Yesus dengan diberi kuasa untuk menyembuhkan dan memberitakan Kerajaan Allah, namun juga sekaligus, dipanggil untuk membuat kaderisasi dengan “mewariskan” hidup berimannya. Apa yang terjadi? Para murid belum menangkap tugas itu, sehingga Yesuslah yang turun untuk mengajarkan para murid bagaimana mereka “tergantung pada kasih Allah”, juga kalau ternyata bekal mereka tidak mencukupi, hanya 5 roti dan 2 ikan!


LIma roti dan dua ikan

Setelah para murid diberi kuasa untuk mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang sakit, para murid ditantang Yesus “Kamu harus memberi mereka makan!” untuk lima ribu orang laki laki, padahal belum termasuk kaum perempuan dan anak anak! Namun, jawab para rasul, “Yang ada pada kami tidak lebih dari pada lima roti dan dua ikan, kecuali kalau kami pergi membeli makanan untuk semua orang banyak ini.” Kalau diungkapkan secara terang-terangan, para rasul mau mengatakan begini, “Mana mungkin lima roti dan dua ikan itu cukup untuk 5000 orang lebih? Nggak masuk akal, kalau kami diminta membaginya! Pasti ada yang tidak mendapatkan, bahkan kalau 5 roti dan 2 ikan itu sudah dipotong-potong sampai kecil sekalipun! Yesus, yang bener saja, Engkau memerintah kami tapi tidak melihat “jumlah bekal yang kami miliki!”.

Yesus tidak menjawab persoalan para murid tentang “kurangnya 5 roti dan 2 ikan”. Akan tetapi Yesus langsung menyuruh para murid untuk membentuk setiap 50 orang satu kelompok. Setelah itu Yesus mengajak para murid dan orang banyak untuk berdoa. ” Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak”. Itulah kata kata ekaristi yang selalu kita dengarkan, “diambil, diberkati, dipecah-pecahkan, dan diberikan”.

Keempat kata itu menyimpulkan saat saat penting dan istimewa dari “perjalanan hidup manusia sebagai orang yang dikasihi Allah”. Karena itu Yesus mengajak para murid untuk mengenangkan, sebagai pribadi yang DIAMBIL oleh Allah. Diambil itu berarti dipilih dan diistimewakan. Kita diciptakan bukan karena pilihan manusia tapi pilihan Allah. Karena itu kita pun dicintai Allah secara istimewa.

Pengalaman “DIBERKATI” itu tidak lain adalah pengalaman sebagai manusia yang dipersembahkan oleh Yesus kepada Bapa. Diberkati bukanlah sekedar “tanda salib yang dibuat oleh para imam”, akan tetapi diberkati itu berarti sebuah pengakuan Allah, “Engkau sungguh istimewa dalam hidup-Ku karena Engkau anak-Ku, dan bukan anak dunia! Karena itu engkau bukan kesayangan dunia ini melainkan kesayangan Allah.

Pengalaman “DIPECAHKAN” itu merangkum bahwa hidup yang penuh kasih itu selalu menuntut kesediaan terluka. “Terluka tidak lagi menjadi situasi yang tak terhindarkan tetapi mesti menjadi sikap dasar” untuk mewujudkan kasih Allah kepada sesama. Kita bukanlah sebuah “gelas cantik” yang harus dirawat dan tidak boleh disentuh orang lain.Akan tetapi kita dipanggil untuk belajar mengalami “kematian” seperti biji. Biji jagung, biji padi, biji gandum, hanya akan tumbuh menjadi tunas baru dan kemudian berkembang menjadi tanaman yang berbuah, justru karena biji biji itu “mati” di tanah yang subur. “Mati seperti biji” itulah “keterpecahan yang paling pokok”, yakni belajar kehilangan apapun yang dianggap istimewa dan yang dianggap menjadi “identitasku”.

Belajar “mati” itu sungguh berat karena kita terbiasa untuk mengatakan “rasanya barulah kita menjadi ORANG kalau kita bisa hidup nikmat, fasilitas hidup serba ada, dikatakan hebat dan saleh, memiliki kekayaan dan kesempatan untuk berkuasa. Sementara Yesus mengajak kita untuk menjadi ORANG yang berani “MENYANGKAL DIRI” atau “MENGOSONGKAN DIRI”: berani kehilangan ambisi hidup serba instant, hilang kesempatan di dipuji dan diistimewakan, dan hilang kesempatan untuk kaya dan mengontrol orang lain”.

Akhirnya orang yang sudah belajar mati, pastilah akan terbuka untuk membagi hidupnya bagi orang lain, karena dia tidak lagi sibuk untuk “mengurus dirinya sendiri”: tida lagi cari hidup serba enak sendiri, cari popularitas sendiri, dan mau menangnya sendiri. Maka dengan MEMBERIKAN roti dan ikan kepada orang banyak, para murid sebenarnya diubah “mind-set”nya ..tidak hanya mereka membagikan roti dan dua ikan itu, tapi diajak untuk “belajar mati”: tergantung pada kekuasaan kasih ALlah daripada manusia.

Dengan tindakan itu, rasanya orang banyak yang berkumpul dalam kelompok itu TIDAK TAHAN untuk tidak mengeluarkan bekalnya masing-masing! Sulit dipikirkan bahwa orang banyak itu tidak membawa bekal, pastilah di antara mereka ada yang punya bekal, namun juga tidak. Ada situasi “tidak terjadi pemerataan”, sehingga orang yang membawa bekal hanya berpikir untuk diri sendiri, “Bagaimana saya dapat membagi bekal ini untuk orang lain, padahal untuk saya sendiri saja masih belum cukup!”

Tindakan Yesus yang mengambil, mengucap berkat, memecah mecahkan dan meminta para murid untuk membagikan roti dan ikan itu akhirnya “menggerakkan” perubahan sikap orang yang membawa bekal, untuk berbagi juga. Karena itu, mukjijat penggandaan roti itu terjadi sampai 12 bakul sisanya, karena orang banyak yang membawa bekal pun, tentulah tergerak untuk “membuka bekalnya, dan meyakini akan kasih setia Allah, sehingga mereka yakin, dengan berbagi mereka tidak akan kehilangan apapun, tapi justru mereka akan menemukan “jati dirinya’ sebagai pengikut Yesus.




Demikianlah setiap kali Ekaristi, kita dipersatukan dengan Tubuh dan Darah-Nya, karena itu kita juga dipanggil untuk hidup seperti Kristus hidup, bukan lagi seperti “diriku yang hidup!” Maka saat kita menyambut Tubuh dan Darah-Nya terjadilah “PERTUKARAN” secara nyata, hati kita yang rapuh dan lemah diganti dengan hati Yesus. Itulah artinya “bersatu dengan Tubuh dan Darah-Nya”. Bersatu bukan berarti lebur seperti bubur, tetapi artinya “terjadi pertukaran” (interchange).





Soalnya adalah, apakah kita menyadari PERTUKARAN itu, sehingga kita pun tertantang terus menerus untuk menampilkan gaya hidup Kristus di tengah dunia: rendah hati seperti tanaman jahe tadi, menjadi orang tua yang mendidik anak anaknya sampai mandiri, namun juga tidak merasa dirinya yang paling “hebat” dibanding anaknya; menjadi kaum religius dan rohaniwan yang mampu menumbuhkan motivasi, namun juga tidak terjebak dalam kepuasan diri, untuk dikatakan orang yang luar biasa.







Semoga Roh Allah mengubah hati kita agar terbentuklah komunitas basis yang ekaristis: memiliki semangat kerendahan hati untuk saling berbagi.

Selamat merayakan Tubuh dan Darah Kristus
B Slamet Lasmunadi Pr

May 28, 2010

Kesan Pribadi terhadap Rm Harjono Pr


Rm Parno dan teman-teman..... saya mau sharing pengalaman di saat-sat terakhir kepergian Rm. Hardjono...

Saya bersyukur bahwa saya tinggal di Depok, karena dengan itu saya bisa beberapa kali bertemu kembali dengan Romo Hardjono yang lama berkarya di paroki St. Thomas Kelapa II. Beberapa kali saya mengunjunginya dan ngobrol walaupun tidak lama karena pulang dari Misa. Waktu beliau berkarya di Paroki Kota Wisata, kebetulan itu adalah jalur saya ke kantor setiap hari. Saya ketemu beliau 6 bulan yang lalu. Kebetulan 2 tahun terakhir ini, saya meminta beliau sebagai Pembimbing Spiritual saya, jadi saya beberapa bulan sekali ketemu, curhat, ngobrol, dan juga terima sakramen pengakuan dosa. Jadi, saya bersyukur bahwa figur kebapakan dan senyumnya yang teduh saya temukan kembali setelah 'resign' dari SM. Sebetulnya 2 minggu terakhir, saya bermaksud datang berkunjung ke Gereja Kota Wisata, namun saya kaget sekali ketika mendengar beliau masuk ICU di RS Meilia sejak Sabtu 22 Mei 2010. Saya baru bisa menjenguk pada Senin Malam, pukul 21.30 sehabis pulang kantor (setelah ikut olahraga di kantor). Karena sudah malam, Suster tidak mengijinkan saya masuk, padahal saya ingin sekali berdoa di sisi tempat tidur beliau dirawat. Saya hanya bisa berdoa dari jauh untuk kesembuhan beliau, Saya hanya bisa melihat sosok yang ditutupi selimut dan ada selang yang tampak menyembul. Akhirnya saya pulang, dan di bawah ketemu dengan Romo Anton, Pr. dan Tocen, OFM yang juga baru bisa jenguk malam itu......

Paginya, saya ke kantor dan ketika baru masuk Tol, ada SMS yang mengabarkan bahwa Romo Hardjono telah dipanggil Tuhan. Saya kaget sekali, dan sempat berpikir saat itu, mungkin beliau ingin dikunjungi 'anak bimbingannya' dulu yang terakhir sebelum kepergiannya untuk selama-lamanya. Saya langsung pulang balik, dan menghadiri Misa Tirakatan pada pukul 11.00 dan saya ajak Bapak mertua saya..... Ketika saya berbaris, air mata saya tidak henti-hentinya mengalir. Ketika saya sampai di peti di depan Altar, saya menangis agak keras, memegang tangannya, sambil mengucapkan :"Selamat jalan Romo, terima kasih untuk Nasihat dan Bimbinganmu selama ini........

Setelah itu, saya tidak bisa mengikuti Misa Requiem baik yang di Kota Wisata maupun di Katedhral Bogor karena ada tugas kantor yang tak bisa kutinggalkan. Sebetulnya saya saya sangat ingin hadir di Misa terakhirnya..... Tapi nggak apa-apa, suatu saat saya akan mengunjuni pesareannya di Kalimulia.....

SELAMAT JALAN ROMO HARDJONO..... SEMANGAT, SENYUM, DAN SEMUA NASIHAT SERTA BIMBINGANMU TIDAK AKAN AKU LUPAKAN BUATKU DAN KELUARGAKU.... SEMOGA ENGKAU BERBAGAHAGIA DI SANA BERSAMA BAPA DI SURGA..... Amin

Salam,
Albertus Edy Subandono


Kepribadian bagiku adalah mozaik dari setiap pribadi yang kita temui sebelumnya. Bersyukur bahwa Rm. Harjono menjadi salah satu serpihan penting dalam mozaik kepribadian para ex seminaris seperti saya. Sebagai seorang imam saya tak lupa bagaimana spirit pastoral, charming character, gentleness, dan pikiran praktis Rm. Hardjono; semua itu telah menjadi warna penting yang senantiasa saya perhatikan.
Makasih Rm. Hardjono. Empat tahun boleh bersama Romo adalah sebuah kesempatan penuh berkah. Sayang, semenjak meninggalkan Sella Maris tahun 1989 lalu aku gak pernah punya kesempatan bertemu lagi. Tahun 1990 aku ikut reuni, tapi aku gak yakin kalau ketemu beliau.
Semoga Romo menikmati damai abadi seperti yang Romo wartakan.

ignatius suparno
philadelphia


Selamat jalan, romo Joseph Hardjono,Pr. Selamat jalan pamong panggilanku. Senyummu tetap kukenang sepanjang masa. Semoga Romo berbahagia bersama Bapa di Surga. Amin.

Salam dari mantan muridmu,
Petrus Beko Mumpuni

Saya memang tidak mengenal alm. Rm Hardjono, bertemu pun bahkan tidak pernah, tapi saya coba memahami dari sisi orang2 yang pernah mengenal Rm Hardjono,
Buat mereka yang pernah terkesan akan kebaikan, ajaran, didikan dari alm. Rm Hardjono, maka desain kaos ini saya coba buat atas insipirasi tersebut, sebagai bentuk apresiasi kepada almarhum. Terlebih beliau juga Ex SM
Photo diambil saat beliau memimpin misa di paroki kelapa 2 depok.
Rgds,
William A.

Rm. Harjono Selamat jalan. Semoga Allah yg Maha Pengampun, MAU mengampuni segala dosa Romo.... dan pintu surga di buka kan untuk Romo.
Sebagai perfek belaiau sgt baik..... sebagai Pastor beliau juga baik.... kalau teman2 di ajarkan untk menjadi pastor yang baik spt beliau tetapi buat saya beliau lah yg mengajarkan sy untuk menjadi Pembisnis. Woow Luar biasa!
Frans

Lewat milis ini saya mengucapkan selamat jalan romo Joseph Hardjono,Pr yang telah dipanggil menghadap Bapa di surga tadi pagi wib; Saya menerima kabar mendadak harus dibawa ke rmh sakit dari umat yg menjadi juri lomba merangkai bungan di paroki asuhannya, dan td malam waktu pukul 12 wkt belanda ada umat yang juga memberi kabar meninggalnya.

Ingatan saya ketika bulan Okt'09 ketika itu berjumpa beliau di Paris (beliau membawa rombongan ziarah ke Lourdes dan Vatikan), kebetulan wkt itu saya mengunjungi saudara saya yang pindah ke Paris. . dan saudara saya sblmnya tinggal di Kota wisata Bogor, walau cuma 1 jam berjumpa dengan beliau tapi saya sangat senang dan ternyata itu perjumpaan terakhir dengan beliau! Beliaupun sangat happy bisa mengobrol, mengingat selepas dari Seminari bogor thn 1989 tidak ada perjumpaan dan kontak, tapi toh beliau masih ingat saya!

peran beliau di Seminari wkt beliau menjabat Perfek tidak kalah hebat dengan pater Rector Wijbrands.ofm dan pater Directur Frans Lorry,Pr. Beliau mendapat jatah kamar yang amat kecil di dekat papan mading tapi toh beliau menikmati fasilitas yang minim tsb!

Semoga Romo Joseph Hardjono,Pr mendoakan kita yang masih berjuang di dunia ini!

Theodore Agus.OCSO
Abdij Koningshoeven - Tilburg
NEDERLAND

..turut berduka atas kepergian romo perfekt pater Harjono Pr..sejenak kita terhenyak...pribadi yang penuh perhatian dan pembimbing yg mau mendengar keluh kesah kita...mau disambati segala macam...selamat istirahat dalam damai Romo...thx untuk singgih yg mau ngabari ke surabaya. Cosmas Bonex surabaya

Rm J Hardjono Pr ytk...selamat jalan selamat berjumpa Bapa di Surga. Trimakasih saya boleh menimba ilmu agama di stella maris dan ilmu hidup: kreatif, bersemangat, arahkan hidup ke masa depan, dll. Terimakasih atas kunjungannya ke WISMA TORSA Tegal. Doa kami mengiringi Romo. Berkah dalem.salam.

May 24, 2010

Who is Jan Wijbrands?

Jan Wijbrands

Jan werd ge­bo­ren op 15 april 1922 te Rot­ter­dam als zoon van Sjoerd Wij­brands en Elisa­beth Groe­ne­we­gen. Hij was hun eer­ste kind. De ou­ders dre­ven een beurs­ca­fé op de Gro­te Markt. Moe­der stierf al in 1929. Er brak een moei­lij­ke tijd aan; Jan en zijn drie zus­jes moes­ten naar een kost­school. Bij het bom­bar­de­ment van Rot­ter­dam raak­te het ge­zin huis en ca­fé kwijt en moest el­ders in Rot­ter­dam een nieuw be­gin ma­ken.
Dat­zelf­de jaar nog trad Jan in in Bleijerheide. Hij kreeg als kloos­ter­naam Remedius. Zijn stu­die ver­liep vlot en na zijn pries­ter­wij­ding in 1947 ging hij naar Rome om ker­ke­lijk recht te stu­de­ren. Hij pro­mo­veer­de in 1950 met een proef­schrift over de kerk­rech­te­lij­ke po­si­tie van een re­li­gi­eus die tot apos­to­lisch vi­ca­ris of apos­to­lisch pre­fect be­noemd wordt - in ver­band met zijn la­te­re werk in de apos­to­li­sche pre­fec­tuur Su­ka­bu­mi (West-Java) een zeer prak­tisch on­der­werp. Zijn rech­ten­stu­die in Ro­me pas­te bij zijn per­soon: hij dacht ge­mak­ke­lijk in ju­ri­di­sche ca­te­go­rieën en vol­gens de lij­nen van Rome.

Op 11 fe­bru­a­ri 1951 ar­ri­veer­de Jan in In­do­ne­sië. Hij be­gon met­een te do­ce­ren aan de theo­lo­gie­op­lei­ding van de fran­cis­ca­nen in Cicurug, na­bij Su­ka­bu­mi. Ook be­gon hij les te ge­ven op het klein­se­mi­na­rie, op dat mo­ment even­eens in Cicurug ge­ves­tigd. La­ter ont­stond het bis­dom Bo­gor, werd het klein­se­mi­na­rie naar de stad Bo­gor ver­plaatst en werd de theo­lo­gie­op­lei­ding van de fran­cis­ca­nen ver­plaatst naar Ja­kar­ta en Yog­ya­kar­ta. Bij die ont­wik­ke­lin­gen werd Jan uit­ein­de­lijk rec­tor van het bis­dom­me­lijk klein­se­mi­na­rie van Bo­gor.

Dit werk was pre­cies iets voor Jan. Jan voel­de dat hij de soe­pel­heid mis­te voor werk in een pa­ro­chie, en do­ce­ren op het groot­se­mi­na­rie trok hem niet. Het werk op het se­mi­na­rie was, ze­ker zo­als Jan het aan­pak­te, rus­tig en over­zich­te­lijk. Een aan­tal van Jans ei­gen­schap­pen kwam hier uit­ste­kend van pas: Jan was plichts­ge­trouw, een­vou­dig, be­reid an­de­ren van dienst te zijn, trouw in het bid­den en in het vie­ren van de eu­cha­ris­tie.

Jan gaf La­tijn en Duits en had de zorg voor een goed spi­ri­tu­eel kli­maat op de school. Zijn ei­gen er­va­rin­gen op het klein­se­mi­na­rie vroe­ger in Kat­wijk, tot en met de to­neel­stuk­ken die zij toen speel­den, ge­bruik­te hij bij het or­ga­ni­se­ren van het se­mi­na­rie­le­ven. Jan hield van tradities. Zo maak­te hij jaar­lijks met een aan­tal klein­se­mi­na­ris­ten een wan­de­ling van Bogor naar Cipanas, 40 km met ster­ke hel­lin­gen. Prak­ti­sche za­ken la­gen hem niet zo; die liet hij graag aan an­de­ren over. Zijn ster­ke kant was het ge­ven van be­ge­lei­ding, in ge­sprek­ken en nog meer in brie­ven.

On­der zijn lei­ding heeft het klein­se­mi­na­rie een zeer sta­bie­le tijd be­leefd en veel stu­den­ten af­ge­le­verd die la­ter pries­ter zijn ge­wor­den of zich op een an­de­re ma­nier voor de Kerk zijn gaan in­zet­ten. Ook de fran­cis­caan­se pro­vin­cie van In­do­ne­sië heeft veel le­den die me­de door Jan ge­vormd zijn.


Jan was een be­min­ne­lij­ke me­de­broe­der. Hij hield van ge­zel­lig­heid. Hij kon zich­zelf goed re­la­ti­ve­ren en kon har­te­lijk mee­la­chen als een me­de­broe­der, in Leu­ven af­ge­stu­deerd, hem voor­hield dat een doc­tor Ro­ma­nus een asi­nus Lo­va­ni­en­sis was. Jan had be­lang­stel­ling voor me­de­broe­ders en fa­mi­lie­le­den. Op va­kan­tie kon hij goed met zijn neef­jes en nicht­jes op­schie­ten. Je moest wel wat voor­zich­tig zijn met het aan­snij­den van on­der­wer­pen over ver­nieu­wing in de kerk, en je moest er be­grip voor heb­ben dat Jan het vre­se­lijk vond als men­sen zich niet aan het recht hiel­den.

In 1990 ver­huis­de Jan naar het no­vi­ci­aat in Depok, 30 km ten noor­den van Bogor. Ook dit was een le­ven dat goed bij Jan pas­te. Hij was een sta­bie­le fac­tor in het huis, gaf les aan de no­vi­cen, hielp bij de pa­ro­chies in de om­ge­ving met biecht­ho­ren en met voor­gaan in de eu­cha­ris­tie. Ook ver­taal­de hij do­cu­men­ten voor fran­cis­ca­nen en fran­cis­ca­nes­sen.

Erg ge­zond was Jan nooit. Hij at ja­ren­lang al vijf­maal per dag een beet­je, om­dat hij het an­ders niet kon ver­dra­gen. In ja­nu­a­ri 2001 moest hij op­ge­no­men wor­den in het zie­ken­huis, eerst in Ja­kar­ta, toen in Se­ma­rang, la­ter weer in Ja­kar­ta. De jon­ge me­de­broe­ders, oud-leer­lin­gen, kwa­men 's nachts bij hem wa­ken. Op 25 maart 2001 over­leed hij. De In­do­ne­si­sche pro­vin­cie ver­loor een toe­ge­wij­de me­de­broe­der en won een trou­we voor­spre­ker.

Jan van Beeck (Nijmegen)

Daftar Pastors/Bruders Alumni Stella Maris (Rev3)

Angkatan 1997

Diakon Habel Jadera - Pr Bogor
Diakon Yustinus Kesaryanto - Pr. Jakarta
Bruder Yohanes Baptista Rahmat Simamora OFM
Diakon Anton Satriya OFM, keuskupan agats

Angkatan 1996
Diakon Irwan Jerry - Pr Bogor
Diakon Yoh Suparto – Pr Bogor
Rm. Andreas Brahmantyo - Pr Bogor

Angkatan 1995
Diakon Yustinus Joned – Pr Bogor
Rm. Melanius Jordan OFM
Diakon Vincentius Prastowo SDB -Itali

Angkatan 1994
Rm. Dionisius adi Tejo - Pr Bogor
Rm. Untoro - Pr Tanjung Karang
Rm. Garbito Pamboaji – Pr Bogor
Diakon Pele SDB
Rm. Yoakim Ritan. CICM
Rm. Sulistya Heru Prabowo OCarm
Rm. Cornelius Tri Chandra - Itali

Angkatan 1993
Rm. Sirilius Natet – Pr Bogor
Rm. Theodora Treka - Pr Jakarta
Rm. Ign. Elis Handoko SCJ
Diakon anton satriya, ofm, tugas di keuskupan agats
Angkatan 1992
Rm. Anggras MSF - Jerman
Rm . Padiono OFM CONV

7B
Rm. Nikasius Jatmiko Pr Bogor- Rektor Stella Maris
Rm. Rudi – Pr Bandung
Angkatan 1991
Rm. Cornelius Adi OFM conf
Rm. Michael Endro Pr Bogor
Rm. Yustinus Monang Pr Bogor
Rm. Agustinus Utomo Wijayanto SX – Mexico
Rm. Stefanus Leba SMM- Flores/kalimantan

7B
Rm. Bernadus Jumiono Pr Bdg – Seminari Tinggi Fermentum
Bruder Cornelis Dawan---- Kalimantan
Rm.Getrudis Marino-----SCJ
Rm. Ius Nurak Lasipun-----OFM Conv
Rm. Robertus Untung Hatmoko----Pr Bgr
Rm. St Sukrisno Widodo---SMM----Ekonom – Bandung
Rm. Titus Budiyanto -----Pr.Pangkal Pinang
Bruder Rudi Irawan FIC – PA Pangudi Luhur Boro

Angkatan 1990
7C
Rm. Marcelinus Wahyu Pr. Bogor – kota wisata
Rm. Y. Primanto CP
Rm. Siswido OFM Conv.
Fr. Anton Padmono ofm, tugas pastoral di cianjur selatan.



7B
Rm. Yoh Wua waleng SCJ - Piliphina
Rm. Ignatius Supardi Prihatin Saputra Pr Banjarmasin

Angkatan 1989
7C
Rm. Tri Harjono –Pr Bogor – Seminari Stella Maris
Rm. Stefanus Sri Haryono Putro Pr. Bogor – Tugas Tanjung Selor
Rm. FX. Sutanto - Pr Bogor – Paroki Rangkas Bitung
Rm. Siswantoko - Pr Purwokerto
Fr. Robertus Ery Wibowo OFM Conf
7B
Rm. Hernowo Basuki CP – Kalimantan
Rm. Darmanto – Pr Palembang (keluar)
Angkatan 1988
7C
Rm Karyono CM – Pastor Paroki Tanjung Priok-JKT
Rm. Alex Nevi, SVD – Kranji Bekasi
Fr. Frans Adi Sujarwo OCSO Rawaseneng Pertapaan
Rm Frans Borgias, SMM Kalimantan
Rm. Markus Suradi, OSC -St. Odilia Bandung
Rm Thomas Ferry, OFM –Kampung Ambon -Jakarta
Rm Y. Tendens Tana, Pr Tanjung Karang
Rm. Yoh. Martanto, Pr Denpasar
Diakon Frans Widiyanto HY – Pr Bogor (keluar)


7B
Rm. DS. Tukiyo – Pr Bogor
Rm. Ant. Isnadi – Pr Sintang
Rm. Alparis – Pr Banjarmasin
Rm. Blasius Slamet Pr Purwokerto
Rm. Antonius Sugiyanto – Pr Palembang

Angkatan 1987
7C
Rm Markus Murjoko, CP -Sangau - Kalimantan
Rm. Dedy K., OFM - Sindanglaya ---Pendidikan, Panti Asuh
Rm. Priyo Kuswardono, Pr ---Palembang – Kepala yayasan St. Xaverius
Rm Gatot Wibowo, SMM ---Flores
Rm. Widyatmoko, SMM ----Kalimantan
Rm. Parjono, Pr ----------Purwokerto – Rektor Tahun Rohani
Rm. Suprobo, OFM ---------Flores
Rm Yulius Hirnawan, OSC –Paroki Lorentius –Sukajadi Bandung
Rm. Adi, OSC -----------paroki Kuningan
7B
Rm. Kris Ratu SVD – Katedral Denpasar
Rm. Sumadi SMM

Angkatan 1986
7C
Rm. Ant. Arifin Dwi Rahmanto SMM
Rm. Josep Dwi Watun SMM – Profinsial –Bandung
Becak temen u siapa lagi yg jadi pastor.....
Angkatan 1985
7C
Rm. Hendrikus Susilo,CM Taiwan Paroki
Rm. Ignasius Suparno, CM Philadelpia- Paroki
Rm. Theo Agus, OCSO Belanda Pertapaan
Rm. Anton Pram, SCY Bengkulu - Paroki
Rm. Ignasius Besembun - Pr Bogor ketua yayasan Mardi Yuana
Rm. Martin Sirait – Pr Bandung (keluar)

Angkatan 1984
7C
Rm. Yohanes Suradi – Pr Bogor
Rm. Hilman - Pr Bandung
Rm. Agung OFM - Cianjur




Angkatan 1983
Rm. T .Puryatno – Pr Purwokerto

Angkatan 1982
Rm. Andreas Sudarman - Pr Bandung

Angkatan 1981
Rm. Tri Harsono - Pr Bogor – Rektor Seminari Tinggi
Rm. Markus santoso - Pr Bogor - Paroki

Angkatan 1980
Rm. Thomas Saidi – Pr Bogor
Rm. Antonius Dwi Haryanto – Pr Bogor
Rm. Jimmy J. Rampengan – Pr Bogor

Angkatan 1979
Rm. Yohanes Driyanto – Pr Bogor –Hakim Gereja
Rm. Agung Pr Purwokerto (alm)
Rm. Tarsisius Siswanto MSC

Angkatan 1978
Rm. YM. Ridwan Amo – Pr Bogor
Rm. Agustinus Suyatno – Pr Bogor
Rm. Markus Lukas - Pr Bogor - Ekonom
Rm. Robby Wowor OFM

Angkatan 1977
Rm. Ign. Heru Wihardono – Pr Bogor

Angkatan 1976
Rm. Fabianus HS – Pr Bogor – Dekan FF Unpar
Rm. Simbul Gaib Pratolo – Pr Bogor

Angkatan 1975
Rm. St. Sumardiyo Adi Pranoto – Pr Bogor

Angkatan 1974
Rm. Michael Suharsono - Pr. Bogor
Rm. Kusharjono OSC
Rm. Paulus Haruno – Pr Bogor

Angkatan 1973
Rm. Benyamin Sudarto – Pr Bogor - Vikjen
Rm. Suyoto Pr Bogor - Keluar

Angkatan 1972

Angkatan 1971

Angkatan 1970

Angkatan 1969
Frans S. Mulyadi – Pr Bogor
Frans Rago Lorry – Pr Bogor (alm)

1968
Rm. Victor Solekase Pr Bogor (alm)

Angkatan 1967
Rm. Benedictus Sujarwo – Pr Bogor (alm)

Angkatan 1966
Rm. Felix Teguh – Pr Bogor (alm)

Saya tidak tahu angkatan siapa yg di bawah ini...
Mgr. Ign. Harsono Pr – Uskup Bogor (alm) periode Cicurug.
Rm. Bekatmo.OSC
Rm. Basir. OMI
Rm. Paulus Sugino . SCJ
Rm. Pri........ SX Pertama dr Indonesia - Hongkong
Rm. Hadrianus Warjito. SCJ
Rm. Adrianus Satu Manggo - Pr Tanjung Karang - Vikjen
Rm. Aloysius Gonsaga Rudiyat – OCSO
Rm. Yohanes Giman – OCSO
Rm. Puryatno – Pr Purwokerto
Rm. Cornelius Dwijo SCJ
Rm. Alfons Sebatu – Pr Bogor
Rm Parmanto msc,
Rm Yatno msc,
Rm Joko Pur - Pr Purwokerto
Rm sumanto - Pr Purwokerto
Rm Theodorus Rumondor MSC
Rm Stefanus Sumpana MSC,
Rm Matheus Yatnoyuwana MSC, .
Rm Joko...MSC.
Rm. Fred Tawaluyan Pr Manado
Rm. Antonius Yuswito SCJ
Rm. Hendra Sasmita alias Ho Ping Swie SCJ
Rm Alex Miskat SCJ,
Rm Antonius Sumardi SCJ - Palembang
Rm Martinus Suryadi Halim SCJ
Rm Felix Alexander Edi Purnama Susanti SCJ
Rm. Murdani CM – Malang
Rm.Eddy Kristianto OFM,
Rm. Subagi OFM,
Rm. FX Sutardjo OFM
Diakon Susilo Hadi, pr Banjarmasin
Rm. Robert Hadi – Pr Denpasar
Mgr. Leo Laba Lajar OFM – uskup Jayapura
Rm. Frans Liem – Pr Padang
Rm. Bambang Condro- Pr Tanjung Karang
Rm. Fritz dwi saptoadi -Pr Tanjung karang
Rm. Agustinus sunarto-Pr Tanjung karang
Rm. Hedi Gustino - Pr Tanjung Karang (keluar)
Rm. Petrus Sriwidiyanto - Pr Tanjung Karang (keluar)
Rm. Ponijo - Pr Tanjung Karang

May 10, 2010

Roti Panggang Gosong

ROTI GOSONG

Ketika aku masih anak perempuan kecil,
Ibu suka membuat sarapan dan makan malam.

Dan suatu malam,
setelah ibu sudah membuat sarapan, bekerja keras sepanjang hari, malamnya
menghidangkan sebuah piring berisi telur, saus dan roti panggang yang gosong
di depan meja ayah.

Saya ingat, saat itu menunggu apa reaksi dari orang-orang di situ!

Akan tetapi, yang dilakukan ayah adalah mengambil roti panggang itu,
tersenyum pada ibu, dan menanyakan kegiatan saya di sekolah.

Saya tidak ingat apa yang dikatakan ayah malam itu, tetapi saya melihatnya
mengoleskan mentega dan selai pada roti panggang itu dan menikmati setiap
gigitannya!

Ketika saya beranjak dari meja makan malam itu, saya mendengar ibu meminta
maaf pada ayah karena roti panggang yang gosong itu.

Dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang ayah katakan:
"Sayang, aku suka roti panggang yang gosong."

Sebelum tidur, saya pergi untuk memberikan ciuman selamat tidur pada ayah.

Saya bertanya apakah ayah benar-benar menyukai roti panggang gosong.

Ayah memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata,
"Debbie, ibumu sudah bekerja keras sepanjang hari ini dan dia benar-benar
lelah. Jadi sepotong roti panggang yang gosong tidak akan menyakiti siapa
pun!"

Apa yang saya pelajari di tahun-tahun berikutnya adalah belajar untuk
menerima kesalahan orang lain, dan memilih untuk merayakan perbedaannya -
adalah satu kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang
sehat, bertumbuh dan abadi.

TUHAN Memberkati

Apr 24, 2010

Mengenal Bogor (Artikel kompas)

Kamis, 22 April 2010 | 15:25 WIB
KOMPAS.com -- Buitenzorg (Bogor), kota yang diunggulkan sebagai kota pelesir, setidaknya sejak awal abad 19. Kota itu selalu dibisikkan oleh warga, khususnya Belanda, kepada para pelancong yang tiba di Batavia. Di awal abad 19, di beberapa wilayah Batavia memang terlihat kumuh. Belum lagi udara panas dan, tak ketinggalan, nyamuk. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan kondisi Buitenzorg, tetangga Batavia, yang lebih pas menjadi kota wisata. Selain Nederlandsche Plantetuin te Buitenzorg alias Kebun Raya Bogor, Paleis Buitenzorg (Istana Bogor), panorama Gunung Salak juga jadi andalan.

Keindahan Gunung Salak dan Sungai Cisadane bahkan bisa dinikmati langsung dari kamar sebuah hotel beken bernama Hotel Bellevue. Sementara hotel mewah lainnya, Hotel Binnenhof, tak kalah top karena hotel ini menampung tamu elit Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Hotel yang dibangun pada 1856 itu kini menjadi Hotel Salak The Heritage.

Kisah pelancong yang mengunjungi Buitenzorg di abad 19 dipaparkan dalam Buitenzorg, Kota Terindah di Jawa: Catatan Perjalanan dari Tahun 1860-1930) yang ditulis Ahmad Baehaqie. Buku kecil itu merupakan upaya Kampung Bogor, sebuah komunitas warga pecinta Bogor yang ingin agar sejarah kota itu tak tergerus zaman.

“Sore hari sekitar pukul 16.30 adalah waktu terbaik melakukan perjalanan ke Buitenzorg dari Stasiun Weltevreden (kini Stasiun Gambir) yang riuh oleh calon penumpang dan pengantar. Pelancong asing kebanyakan memilih duduk di kelas utama,” demikian pelancong anonim itu membuat catatan harian yang kemudian dikutip Baehaqie. Selanjutnya, catatan itu menggambarkan pelayanan dan fasilitas kereta Batavia – Buitenzorg tersebut.

Perjalanan Batavia – Buitenzorg semakin mudah sejak jalur kereta api yang menghubungkan kedua kota itu resmi digunakan. Sebelumnya, alat transportasi menuju dan dari ke dua kota tersebut hanya bisa menggunakan kuda.

“Di luar jendela ditutupi dengan kayu tebal untuk menahan sengatan sinar matahari, lapisan kulit tebal menutupi kursi berukuran besar, dindingnya berwarna putih dan biru diselingi lukisan Mauve dan Mesdag. Mejanya sungguh nyaman, dengan rak di atas kepala dan kamar ganti berfunitur indah. Kelas dua memiliki layanan hampir mirip dengan kelas satu, namun lebih banyak penumpang. Kelas tiga berupa sebuah gerbong panjang tanpa penyekat dan berbangku tanpa sandaran, sessak ditempati oleh penduduk lokal,” begitu tulis si pelancong yang kagum dengan sistem keamanan kereta tersebut karena semua barang bawaan penumpang terjaga dengan baik.

Menurutnya, keadaan kamar kecil kereta tersebut lebih baik dibandingkan kereta api cepat di Inggris. Tentu saja itu semua gambaran di abad lampau.

Selain suasana di dalam, sang pelancong juga menggambarkan pemandangan yang bisa dinikmati sepanjang perjalanan. “Melalui jendela kereta api, tampak persawahan, perkebunan tebu, pisang, dan jagung. Sekali-sekali saat kereta api sedikit berkelok, kita bisa melihat pegunungan di kejauhan. Mengagumkan,” tutur si pelancong sambil menambahkan, kereta api hanya berhenti sekali dan tiba di Buitenzorg dalam waktu satu jam 20 menit. Dan penumpang pun disambut hujan di Kota Hujan, Buitenzorg.

Di kota ini, sang pelancong pun menjelajah kota, sejak dari pasar di dekat stasiun, hingga hotel-hotel ternama, Istana Bogor, dan pastinya Kebun Raya Bogor.

Untuk melihat bagaimana kondisi kereta api Jakarta – Bogor kini, sekaligus juga menyambangi lokasi dan gedung bersejarah di Kota Bogor seperti yang pernah didatangi si pelancong, Komunitas Jelajah Budaya (KJB) menggelar Jelajah Kota Toea: Batavia – Buitenzorg pada Minggu 25 April 2010.
“Buitenzorg itu artinya ‘tanpa kecemasan’, akhirnya kampung itu menjadi kota. Gubernur Jenderal van Imhoff jatuh cinta pada kawasan ini dan mengembangkannya menjadi area pertanian dan peristirahatan. Sampai akhirnya dibangun lembaga penelitian s’Lands Plantentuin te Buitenzorg atau Kebun Raya Bogor. Kita mau mencoba melihat kembali perjalanan Jakarta – Bogor di masa silam, naik kereta api. Kemudian mengelilingi Kota Angkot itu,” kata Kartum Setiawan, ketua KJB.

Rute yang akan dilewati antara lain Stasiun Bogor, Taman Topi, Katedral Bogor, Hotel Salak, sisi luar Istana Bogor, dan tentu saja Kebun Raya Bogor. “Kita bikin tiga tititk keberangkatan, ada dari Museum Bank Mandiri, Stasiun Gondangdia, dan Stasiun UI. Biayanya Rp 80.000/orang. Calon peserta bisa hubungi nomor HP 0817 9940 173 atau 021 99 700 131. Bisa juga via email ke: kartum_boy@yahoo.com,” ujarnya.

Foto Angkatan 85










Apr 6, 2010

Pada Hari ke Tiga Bangkit dari Kubur

Ada seorang pastor berkotbah begitu menawan, sampai-sampai seorang bapak yang pemarah bertobat menjadi tidak pemarah. Untuk mengabadikan pertobatannya, ia membuat kuburan di halaman rumahnya untuk menguburkan kemarahannya dengan sebuah tulisan diatasnya "disinilah kemarahanku dikuburkan".Di hari pertama dia begitu baik dengan istri dan anaknya, tidak pernah marah sedetikpun. Istri dan anaknya sangat senang karena bapaknya tidak pemarah lagi.Di hari kedua, semua karyawannya heran dan senang karena si bos tidak penah marah sedetikpun. Mereka yakin si bos sdah berubah.Di hari ketiga, si istri ingin lebih yakin apakah istrinya benar-benar berubah. Pagi-pagi, si istri membuatkan kopi utk suaminya, namun gulanya diganti dengan garam. Dengan wajah gembira si suami duduk di meja dan meminum kopi yg disuguhkan si istri. Ketika kopi menyentuh ujung lidahnya, kontan si suami membanting gelas dan marah-marah. Istri apaan kamu. Sufah bertahun-tahun kita hidup bersama, membuayt kopi saja tidak bisa.Si istri lari ke kubutran di halaman rumahnya, dan seketika itu baru dia sadar bahwa di hari ketiga kemarahan suaminya sudah bangkit.

Mar 30, 2010

Seminari Menengah Stella Maris Bogor

SEMINARI MENENGAH STELLA MARISB O G O R

Latar Belakang Sejarah
Atas anjuran Mgr. De Jonghe d'Ardoye, Nunsius Apostolik untuk Indonesia saat itu, agar setiap Keuskupan atau Perfektura mempunyai sebuah seminari menengah sendiri, maka pada tahun 1950 diadakan rapat Bandung. Dalam rapat tersebut diumumkan bahwa akan didirikan seminari menengah di Cicurug.Seminari menengah itu resmi didirikan pada tanggal 28 November 1950 oleh Mgr. N.Geise OFM yang saat itu menjabat sebagai Perfek Apostolik pada Perfektur Sukabumi.
Seminari menengah yang mengambil nama Stella Maris ini mulai dalam keadaan yang masih sangat sederhana dengan hanya beberapa murid yang belajar di sana dan tempatnya pun masih menumpang di biara Fransiskan di Cicurug:

Periode Cicurug (1950-1961)
Mula-mula seminari menumpang di biara Fransiskan di Cicurug tetapi beberapa saat kemudian memiliki tempat tersendiri di samping biara Fransiskan tersebut. Keadaannya waktu itu masih sangat sederhana dengan ruang-ruang yang sempit sehingga kamar tidurpun dijadikan kelas. Selain itu air pun sering macet sehingga kadang-kadang para seminaris terpaksa mandi di sungai dekat biara.
Rektor yang pertama di Cicurug adalah Pater Vermeulen OFM. Pada waktu itu rektor harus menangani berbagai urusan kerumahtanggaan dan pendidikan sendiri karena belum ada perfek ataupun pendamping. Apalagi ditambah dengan keadaan yang masih sederhana dan belum stabil, maka rektor pada waktu itu harus bekerja keras agar Seminari Menengah itu tetap hidup. Untunglah bahwa dalam bidang pendi-dikan ada satu tenaga yang bisa membantu, yakni Pater Van der Laan OFM, yang selain mengajar di seminari, juga harus mengajar di biara dan lain sebagainya. Selain itu kaum awam juga ingin ikut berpartisipasi dalam pendidikan terbukti dengan ikut mengajarnya guru-guru awam di Cicurug.
Ketika Pater Vermeulen dipindahkan ke Rangkasbitung jabatan rektor dipegang oleh Pater Koesnen OFM, dan akhirnya Pater Koesnen OFM digantikan oleh Pater Van der Laan OFM sebagai rektor ketiga.
Siswa pertama di Seminari Menengah Stella Maris adalah lulusan SD. Tahun pertama mulai dengan lima orang anak lalu berkembang menjadi 8 orang, lama kelamaan siswa lulusan SMP juga diterima. Akhirnya lulusan SMA pun diterima, tetapi hanya satu dua saja karena tempat dan sarananya yang terbatas.
Karena menerima lulusan SD dan SMP maka jenjang pendidikan di seminari waktu itu terbagi menjadi dua, yakni bagian SMP (kelas 1 sampai kelas 3) yang menampung siswa lulusan SD dan bagian SMA (kelas 4 sampai kelas 6 lalu dilanjutkan setahun masa persiapan lagi di kelas 7). Kelas 7 diikuti juga oleh mereka yang sudah lulus SMA.

Periode Sukasari (1961-1963)
Setelah Perfektura Sukabumi diubah menjadi Keuskupan Bogor pada tanggal 1 Agustus 1961, bagian SMP dan SMA dipisahkan. Bagian SMP tetap berada di Cicurug, dan bagian SMA pindah ke Sukasari Bogor ke gedung yang sekarang ini menjadi Gereja Santo Fransiskus Assisi Sukasari.
Adapun alasan pemindahan ini adalah :
Karena jumlah siswa bertambah dan gedung di Cicurug tidak dapat menampung siswa lebih banyak, apalagi karena pihak biara ingin menggunakan beberapa lokasi dari biara yang dipakai oleh seminari, sehingga mau tak mau sebagian harus pindah ke tempat lain. Akhirnya Mgr. N.Geise OFM berhasil mendapatkan tempat yakni di Sukasari.
Karena sulitnya mencari tenaga guru SMA yang harus didatangkan dari Bogor atau Sukabumi, sebab di Cicurug belum ada SMA.
Rektor pertama di Sukasari adalah Pater Remedius Wijbrands OFM, tapi beliau hanya menjabat selama setahun saja dan kemudian diganti oleh Pater Ismael Harjawardaya OFM.
Pada waktu itu para siswa sekolahnya tidak di dalam kompleks seminari di Sukasari tapi harus pergi ke sekolah lain. Untuk pelajaran bahasa Jerman dan Perancis mereka harus pergi ke Susteran Regina Pacis (FMM), dan untuk pelajaran lainnya ke Jalan Kapten Muslihat bersama dengan para calon Bruder Budi Mulia. Lalu pada sore harinya ada kursus di Sukasari. Selain itu untuk pelajaran lainnya mereka harus mendatangi para guru yang bersangkutan di rumah atau di sekolah tempat guru itu bertugas, misalnya di Taman Siswa dan SMA Regina Pacis. Akhirnya untuk ujiannya mereka mengikuti ujian ekstraining di SMA Negeri I dan ternyata hasilnya banyak yang lulus dengan baik.Siswa seminari saat itu masih sedikit, berasal dari Bogor dan sekitarnya, ada juga titipan dari Nyarungkop, Kalimantan Barat. Dan dari mereka ada beberapa yang kini berhasil menjadi imam.

Periode Kapten Muslihat (sejak tahun 1963 sampai kini)
Pemisahan bagian SMP dan SMA ternyata tidak dapat bertahan lama, karena hal itu kurang memuaskan, maka pada tanggal 1 Agustus 1963 kedua bagian itu disatukan lagi dengan menempati gedung di Jalan Kapten Muslihat.
Mula-mula seminari ditempatkan di gedung yang sekarang ini dipakai untuk Balai Pengobatan Melania Bruderan. Untuk belajar mereka memakai gedung Balai Pemuda Katolik (BPK). Tapi keadaan ini hanya berlangsung satu tahun ajaran saja yakni tahun 1964/1965.
Setelah asrama panti asuhan St. Vincentius berakhir tahun 1964, gedung di Jl. Kapten Muslihat 22 yang dipakai oleh Bruderan untuk asrama panti asuhan tersebut diusulkan untuk dipakai oleh seminari agar seminari dapat berkembang.
Rektor pertama yang memimpin di Jalan kapten Muslihat 22 adalah Pater Ismael Harjawardaya OFM yang kemudian diganti oleh Pater Koopman OFM, dan Pater Wijbrands OFM menyusul kemudian selama hampir duapuluh dua tahun. Kemudian berturut-turut, Rm. B. Sudjarwo Pr, Rm. Victor Solekase Pr, Rm. Ridwan Amo Pr, dan Rm. Paulus Haruna Pr menjadi Rektornya.
Sewaktu di Cicurug, rektorlah yang menangani pendidikan maupun rumah tangga. Kini setelah pindah ke Bogor rektor dibantu oleh rekan kerja pendamping atau perfek. Urusan sekolah yang semula sepenuhnya diurus oleh Rektor, setelah pindah ke Bogor mulai diserahkan kepada Direktur seminari.
Pada waktu pindah ke jalan Kapten Muslihat seminari masih menampung siswa lulusan SD. Kala itu SMP masih bergabung dengan SMP Budi Mulia. Untuk bagian SMA mula-mula seminari menggabungkan diri dengan SMA Regina Pacis bahkan pernah bergabung dengan SMA Xaverius Jakarta. Tetapi karena ada masalah dengan Kanwil Jawa Barat maka akhirnya seminari melepaskan diri dari SMU Regina Pacis. Periode berikutnya, Seminari menggabungkan diri dengan SMA Mardi Yuana Sukasari. Setelah Budi Mulia memiliki SMU maka atas dasar beberapa pertimbangan praktis, Seminaripun menggabungkan diri dengan SMU Budi Mulia.

Tujuan Didirikannya Seminari Menengah Stella Maris
Tujuan semula didirikannya Seminari Stella Maris adalah untuk mendidik para pemuda yang di kemudian hari diharapkan menjadi imam-imam yang berkarya di Keuskupan Bogor atau imam Fransiskan.
Tetapi tujuan itu kemudian berkembang dan tidak lagi mengharuskan para siswanya untuk menjadi imam Projo Bogor atau Fransiskan, karena beberapa tahun setelah seminari mulai di Cicurug ada beberapa Keuskupan, misalnya Bali dan Padang, menitipkan anak didiknya di Seminari Stella Maris Bogor. Setelah pindah ke Bogor semakin banyak pula keuskupan dan tarekat yang menitipkan anak didiknya pada Seminari Menengah Stella Maris. Akhirnya diambil kebijaksanaan untuk tidak mengharuskan siswa seminari Stella Maris untuk menjadi imam Projo Bogor atau Fransiskan. Mereka diberi kebebasan untuk memilih tarekat yang diminatinya hingga kini.

Kebhinekaan Siswa
Sejak seminari ini berdiri para murid yang diterima sudah berdatangan dari berbagai daerah misalnya Bogor, Jakarta, Jawa Tengah, Lampung, Padang, Kalimantan, Flores, Banjar-masin, Medan dan sebagainya.
Mula-mula untuk masuk ke Seminari Stella Maris hampir tidak ada syarat yang dipenuhi, cukup dengan motivasi dan beberapa keterangan dari Pastor setempat dan ijasah sebagai syarat mutlak. Tapi perkembangan berikutnya membutuhkan pula keterangan dari orang tua, rekomendasi Pastor Paroki, surat kesehatan dari dokter atau Rumah sakit, dan motivasi pun semakin diseleksi agar anak betul-betul memiliki motivasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena peminat bertambah banyak, sedangkan kapasitas ada batasnya maka kini ditempuh juga tes masuk bagi para kandidatnya.

Jenjang Pendidikan
Sejak berdirinya di Cicurug, Seminari Stella Maris menerima siswa lulusan dari SD. Mereka mengikuti pendidikan di Seminari dari kelas I sampai kelas VII. Sejak tahun 1973 seminari tidak lagi menerima lulusan SD, hanya menerima lulusan SMP dan SMA sehingga jenjang pendidikannya pun berubah. Mereka yang lulus SMP mengikuti pendidikan di kelas I sampai kelas III dan dilanjutkan setahun lagi di kelas VIIC. Sedang-kan mereka yang lulus SMA mengikuti pendi-dikan di kelas VIIA dan dilanjutkan setahun lagi di VIIB.
Para seminaris lulusan SMP, di seminari mengikuti pelajaran dengan kurikulum SMA biasa dengan ditambah beberapa pelajaran khusus yakni Bahasa Latin, Jerman, dan Sunda. Setelah tamat SMA dilanjutkan setahun di kelas VIIC.
Para lulusan SMA di seminari mengikuti pendidikan di kelas VIIA dengan pelajaran : Agama, Katekese, Etika, Bahasa Inggris, Indonesia, Jerman, Latin, Sunda, Seni suara, ketrampilan dan olahraga. Setelah itu lalu dilanjutkan di kelas VIIB dengan pelajaran yang sama dengan pelajaran di kelas VIIC.Jadi lama pendidikan untuk lulusan SLTP adalah empat tahun dan untuk SLTA dua tahun.

Masa Depan Seminari Stella Maris
Dari hasil wawancara dengan banyak mantan seminaris sendiri maupun mantan pengasuh dan pengasuh yang saat ini masih berkarya, dapat disimpulkan bahwa :
Seminari Stella Maris diharapkan akan terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan semboyannya "Crescat et Floreat". Kebutuhan umat akan imam di Indonesia semakin meningkat, dan bahkan sekarang ini pun ada banyak daerah di Indonesia yang masih kekurangan imam. Oleh karena itu Seminari Stella Maris Bogor diharapkan tetap pada tujuannya yakni sebagai tempat pendidikan dan persiapan pribadi-pribadi unggul, yang kelak diharapkan menjadi imam di berbagai pelosok tanah air.
Agar dapat semakin cepat tumbuh dan berkembang ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Seminari Stella Maris, yakni:
Tempat yang lebih luas dan memadai, jadi sebaiknya lokasi seminari dipindahkan di pinggir kota, misalnya agar dapat lebih dapat diperluas sehingga dapat menampung siswa lebih banyak.
Seminari perlu mandiri, artinya tidak perlu lagi bergabung dengan SMA luar tapi menjadi sekolah mandiri, seperti halnya Seminari Menengah Mertoyudan. Dan selain itu diharapkan seminari memiliki guru tetap sehingga kekosongan pelajaran dapat semakin terkurangi.
Sarana belajar dan sarana penting lain hendaknya ditambah atau diperbarui, agar para seminaris tidak lagi canggung dengan alat/barang modern sehingga tidak timbul hambatan bagi seminaris bila diterjunkan ke dalam masyarakat modern. Untuk mempersiapkan gembala umat, di mana keadaan sudah begitu canggih dan modern, perlu ditunjang dengan fasilitas modern yang memadai pula.
Semoga Seminari Menengah Stella Maris dapat semakin menjawab tantangan akan kebutuhan imam dan juga dapat semakin memenuhi segala syarat yang dituntut demi perkembangan seminari selanjutnya

Rekaman Kotbah Almarhum P. Wijbrands OFM

Rekaman khotbah almarhum Pater Remedius Wijbrands, O.F.M., 30 Juni 2000. Saudara-saudari terkasih, Dalam majalah Hidup, minggu-minggu terakhir, ada tulisan dari pater Edi Kristianto mengenai khotbah. Ini baik ... cukup baik, tetapi ... ada tapinya. Saya kuatir bahwa dengan tulisan ini, pendapat dari banyak umat ialah: Yang paling penting kalau kita berkumpul pada hari Minggu atau pada Misa lainnya, yaitu khotbah. Kalau romo yang berkhotbah bagus dan bersemangat, ya bisa juga dikatakan baik. Kalau kebetulan romo itu tidak begitu pandai untuk berkhotbah, bisa-bisa orang akan berkata: "Tidak begitu menarik hari ini." Khotbah itu tidak bagian paling penting dalam Misa. Harus ada, dan tentu romo harus berusaha untuk mempersiapkan diri dengan baik. Tetapi ... ada yang pandai ada yang tidak pandai. Ada yang bisa bernyanyi ada yang sama sekali tidak bisa bernyanyi, barangkali mengalami sendiri, kadang-kadang romo walau bermaksud baik tidak bisa bernyanyi. Ketika saya masih di Bogor, di Katedral Bogor, ada imam Misa. Terjadi bahwa umat bertanya tidak: "Siapa yang mempersembahkan Misa pada jam ini atau jam itu?" yaitu suka dengan cara romo itu mempersembahkan Misa, tetapi mereka bertanya: "Dalam Misa manakah romo Adikardjono main organ?" Dan dia betul ahli main organ, dia betul seorang yang tahu tentang musik klasik atau musik Gregorian. Kalau saudara-saudari barangkali tahu, dia sekarang masih hidup tetapi berumur 96, sudah tidak bisa main lagi. Tetapi waktu itu dia betul-betul handal, betul bagus, saya juga senang mendengar dia. Namun terjadi juga bahwa sehabis itu umat berkata, "Ya ... ini enak ya ... romo Adi yang main organ," atau "Hari ini enak Misa itu, sebab ada koor yang betul terlatih dan bagus juga." Saudara-saudari, musik itu tidak yang paling penting dalam Misa. Tentu sangat membantu ... sangat membantu. Seperti khotbah ... bisa sangat berguna. Tetapi tidak untuk itu berkumpul di Gereja. Kalau mendengar musik baik bisa juga lewat radio atau TV, atau suatu gedung kesenian dan sebagainya. Membantu, tetapi tidak yang penting apakah Misa itu bisa berhasil atau tidak. Ada yang berkata, "Ya ... senang setiap hari Minggu bisa ke Gereja, sebab saya bisa menyambut Tuhan Yesus sendiri." Pendapat yang tentu bagus ... bagus tetapi tidak sempurna. Sebab, orang-orang yang sakit atau umurnya tidak mengizinkan mereka ke Gereja, seminggu sekali atau entah kapan, didatangi oleh pastor paroki atau seorang Diakon, yang memberi komuni kepada orang yang harus tinggal di rumah. Ini belum yang puncak dari Misa ... bisa juga di luar Misa. Puncak Misa, saya kira dengan agak baik diucapkan disini dalam prefasi yang kita pakai sekarang. Sebab menurut aturan dulu, pada pesta ini yang dipakai prefasi Natal. Waktu itu ketika saya masih muda, saya merasa aneh mengapa Natal? Tentu ini bisa dipakai. Tapi apa tidak suatu prefasi yang khusus untuk pesta ini? Nah, sekarang ada prefasi-prefasi yang khusus. Disana dikatakan: "Dialah Kristus. Dialah Imam sejati dan kekal." Imam sejati sudah terang. Imam kekal, bagaimana? Tuhan Yesus sudah tinggal di sorga? Dia tidak mati lagi seperti di kayu salib, yang menjelaskan diri-Nya sebagai korban, dalam tahun 33? Tetapi dilanjutkan: "Sebagai korban sepanjang masa!" .... Yesus hanya dikorbankan satu kali. Saudara-saudari, yang pertama ialah Imam yang menyerahkan diri-Nya, tidak seperti orang-orang Yahudi dahulu, yang menyerahkan kepada Tuhan Allah, kerbau atau sapi atau domba, tetapi Yesus menyerahkan diri-Nya. Jauh lebih berharga dari semua binatang itu. Tetapi juga jauh lebih berharga dari kita yang berkumpul disini. Bukankah kita, kita semua, tidak usah malu, semua orang yang lemah ... orang yang banyak kekurangan ... orang yang kerap berdosa. Untuk saya, Tuhan tahu untuk Tuhan saya kira lebih kepada Tuhan. Yah ... Tuhan menerima itu karena melihat kehendak saya. Tetapi apa harganya? Saya ini orang yang berdosa. Tetapi Yesus menyerahkan diri sebagai Anak Domba tanpa cela. Dia tidak ada dosa. Dia tidak ada kekurangan apapun. Dan ini diulangi, dan ini dihadirkan disini di dalam Misa, dalam setiap Misa. Tidak pada waktu persembahan kita memberi roti dan anggur. Memang berapa harganya? Apalagi itu tidak berasal dari umat. Ini pastor sendiri, atau koster, atau ketua panitia liturgi yang mengurus itu supaya ada roti dan anggur. Katanya ... dan ini benar, benar sekali: "Tetapi roti dan anggur menjadi lambang dari kemauan saya. Seperti kita menyerahkan roti dan anggur, begitulah saya menyerahkan diri kepada Tuhan." Bagus, benar! Tetapi lagi ... siapakah ini, hadiah apapun ini, orang yang berdosa ini? Tetapi Yesus menyerahkan diri-Nya kepada Bapa dan tentu Bapa menerima itu dengan senang hati. Dan ini tidak hanya dalam tahun 33, tetapi masih tetap selama-lamanya, setiap kali. Tetapi ... Yesus tidak mati lagi, tidak dibunuh lagi?! Yang paling penting kalau kita memberikan sesuatu ialah tidak harganya, tetapi kemauannya yang ada di dalam hati kita. Ada orang lain barangkali sudah beristri atau istri yang bersuami, tidak penting apa yang diberikan, tetapi kalau tahu ini dari hati yang murni, dari hati yang mengasihi, maka ini harganya, yaitu pemberian itu. Begitu dengan Tuhan Yesus. Yesus kalau perlu mau menyerahkan diri lagi seluruhnya sampai di kayu salib, untuk menghormati Bapa dan untuk menyelamatkan kita sekalian. Inilah inti dari setiap Misa: Penyerahan, mempersembahkan diri dari Yesus. Tetapi ... Yesus tinggal di sorga?! Karena itu, maka saya diberi tugas oleh Tuhan Allah itu dan setiap halnya Imam, dan tidak penting apakah yang berdiri disini atau di altar, seorang yang dianggap suci atau seorang yang barangkali dianggap kurang suci. Tidak ada bedanya apakah ini Imam yang biasa atau Bapa Uskup sendiri, atau malahan Sri Paus. Kami semuanya menjadi wakil Yesus, kami semua bertindak seperti dalam bahasa Latin: "In Persona Christi," sebagai pribadi Kristus sendiri. Dan inilah inti saya yang sehari-hari tidak layak, seperti setiap Imam, saling bertindak sebagai wakil Yesus dan menyerahkan kemauan kepada Allah, saya mau menyerahkan segala-galanya sampai dengan kehidupanku sampai mati. Kita berkumpul disini untuk apa?! Untuk mendengarkan musik yang bagus? Atau untuk mendengar khotbah yang bernyala-nyala? Atau untuk menyambut komuni? UNTUK MENGENANGKAN DIA, KAMI MEMPERSEMBAHKAN KORBAN INI. Mengenangkan Yesus tidak sebagai guru, tidak sebagai orang yang baik, yang selalu baik terhadap sesama. Tetapi untuk mengenangkan DIA kami mempersembahkan korban ini, kita mengenangkan kematian-Nya, sengsara-Nya. Khususnya saudara-saudari, dalam masa modern kita berpikir ekonomis. Yah ... semuanya ini bagus sekali, tetapi apa gunanya untuk saya? Dengan menyambut Tubuh Kristus yang dikorbankan lagi ... tidak lepas dari korban salib ... dengan menyambut Tubuh Kristus yang dikorbankan ini, ada hasil untuk saya, ada hasil untuk kita masing-masing. Dengan menyambut Tubuh Kristus yang dikorbankan ini, kami dikuatkan. Sebab saya kira, saya tidak menghinakan saudara kalau berkata bahwa kita semua orang yang lemah sekali. Tetapi dengan menyambut Tubuh Kristus yang dikorbankan ini, kami dikuatkan. Dan dengan minum Darah Kristus yang dicurahkan lagi, kami dimurnikan. Saya ini, dan saudara-saudari sekalian orang yang kotor. Tetapi disini, kami dimurnikan. Saudara-saudari, kita berkumpul untuk mengenangkan dan menghadirkan korban Yesus sendiri kepada Bapa, dulu di Golgota, dan kehendak-Nya untuk mengorbankan diri sampai sekarang. Kalau secara ekonomis, untuk kita sendiri hasilnya tidak enak. Yah ... tidak ada pastor yang biasa hadir, atau, bagus ini main organ, atau koor itu. Tetapi sesuatu yang di batin kita ialah: Kita semua dikuatkan dan kita semua dimurnikan. Marilah kita melanjutkan Misa dan minta supaya kita dapat memohon mendapat suatu pendapat yang benar dan betul mengenai harga Misa ini. Amin.Sumbernya dr Web Akademi kontra indiferentisme/ekaristi dot org

Mar 28, 2010

Notulen Reuni dan Misa Memerial P. Rector

Halllo...boss Arnoko dan semuanya.... .
ini hasil Reuni dan Misa Memorial pater Rector
1. acara di buka dgn Misa Mengenang Pater Rector tepat jam 10.00 Dgn konselebran utama Rm. Jatmiko dan di dampingi Rm. Ign Suparno CM. Rm. Deddy OFM dan Rm Ferry OFM
2. Setelah Misa di lanjutkan dengan minum coffee trus langsung perkenalan-alumnus yg hadir 42 orang menurut daftar hadir-terlampir, dr angkatan 71-95- dan mulai di lontarkan tema diskusi.
3. Jam 12.00 doa angelus
4. jam 12.30 - makan siang bersama para seminaris- Lauk bebek Eaters.com cafe dan Sengsu
5. Jam 13.30 - Berangkat bersama ke Makam pater Rector Wijbrands OFM jalanan maceeeeeeet jaadi sampainya jam 15.20.
6. Ibadat di Makam di pimpin Rm. Ign Suparno CM di lanjutkan foto2 bareng trus kembali ke Stella Maris
7. Potus n Cibus - langsung di lanjutkan diskusi 60 th Stella Maris n Hasilnya...

Akan diadakan Reuni Akbar 60 th Stella Maris 27-28 Nov 2010
ketua Umum; FX. Arnoko Dewayanto
di bantu oleh........ ......... ........
dan akan di isi dengan
1. Wibrands Award - mengadakan lomba menulis dan pidato dgn bahasa Latin dan Jerman untuk Para seminaris
- yang akan di kordinir oleh: Frans Widiyanto-88, Hermawan-85, Paulus Sumitro-86, Alwi Kiapmanto-82,
dan Wuryadi-87.
- Lomba Paduan Suara antar Paroki Se-keuskupan Bogor yg akan di koordinir oleh;
Frans widiyanto-88, FX. Arnoko-85, suryana-85, Ismantara 82.
- Lomba menulis essay antar Seminari se-indonesia(10 Seminari) yg akan di kordinir oleh:
A.Bobby-85, Agus setyo-86, Kombang-83, Roland sutrisno-71

2. Wibrands Scolarships - yang akan mengalang dana untuk pendidikan Seminaris dan acara 60 th seminari.
- yang akan di kordinir oleh: Arnoko-85, Sihite-83, Budi Mengko-81, Adi Purwanto-81, Parno CM,
Bambang Heriyanto-80, Albert Eddy Subandono-85, Lilik siswadi-82, Kombang-83, Ismantara-82,
Dimas handoko-88,Raynold sahat-92.
3. Penulisan buku spiritualitas wijbrands - yg di kordinir oleh; A.Bobby-85, Yoh.Mogo-88, Frans widiyanto-88,
Heru Kuntoro-87, Yudi Atmoko-85, Parno CM-85, Ferry OFM, Agung OFM, Roland Sutrisno-71, Agung Nugroho-90.

4. 60 th Stella Maris - Seminaris Bogor - penulisan buku kenangan dan acara 27-28 Nov 2010.

Kordinator mengumpulakan tiap angkatan dan mengalang dana dari tiap angkatan:
1. Angkatan 50-79 - Roland Sutrisno71 dan Yudianto78
2. Angkatan 80 - Bambang heryanto
3. Angkatan 81 - FD. Adi Purwanto
4. Angkatan 82 - FA. Ismartono
5. Angkatan 83 - Kombang
6. Angkatan 84 - Budiono
7. Angkatan 85 - Suryo wicaksono
8. Angkatan 86 - Agus Setyo
9. Angkatan 87 - Heru daging Kuntoro
10. Angkatan 88 - Dimas Handoko
11. Angkatan 89
12 . Angkatan 90
untuk angkatan 1989 - 2006 ayooo siapa yg mau mengkordinir. ...?

dan kita akan mengadakan pertemuan lagi pd akhir april tanggal....25 april 2010 or tgl lain?

Keuangan Reuni 27 maret 2010
pemasukan
1. Reynold sahat Rp. 2.000.000
2. Arnoko Rp. 500.000
3. Edy palembang Rp. 500.000
4. Rm. Parno Rp. 500.000
5. Edy Subandono Rp. 300.000
6. Sihite Rp. 1.000.000
7. Singgih Rp. 400.000
8. Frans Rp. 500.000
Total Rp. 5.700.000

Pengeluaran
1. Beras 100 kg Rp. 540.000
2. Lauk Makan siang 17.500 x 150 box Rp. 2.625.000
3. lauk makan Romo2 di seminari 17.500x 10 Rp. 175.000
4. Sengsu Rp. 200.000
5. Ron 88 Botol & Gelas Rp. 150.000
6. Coffee & Cibus Rp. 350.000
7. Lauk Makan malam Rp. 400.000
Total Pengeluaran Rp. 4.440.000
saldo Rp. 1.260.000
saldonya mau di masukin ke rek Wibrands scolarship or mau di pakai untuk pertemuan2 kita berikutnya.. ..

Demikian hasil diskusi 27 maret 2010.... kalau ada yg kurang tolong di tambah ya.... nuhun.

salam to semua
Frans Widiyanto.

Mar 11, 2010

Kesan Pribadi Thd Pater Wijbrand

yah... buat sebagian orang beliau bisa menjadi batu sandungan saat itu, terutama saat pemilihan diosesan/ordo/ tarekat/congrega si di tahun terakhir. atau juga saat ingin keluar buat jalan2 (minta ijin) atau buat keperluan2 lain. oleh rekan kerjanya saat itu, beliau disebut sebagai: kolot, konservatif, ketinggalan jaman dll.3 bulan pertama di SM, saya nangkep beliau orang yg radikal dalam spiritualitas bukan cuma tampak di lifestyle tapi jg cara pikirnya. waktu saya minta les pribadi bhs perancis secara tertulis, beliau tanya: apa masih kurang? waktu itu sy jawab, iya. dan beliau pun akhirnya menyanggupi. beliau orang yg murah hati tapi jg prinsipnya kuat banget dan disiplin khas belanda.pesona beliau sebagai seorang fransiskan muncul ga kenal tempat dan waktu. dlm hal berpakain, tidur, makan, ngajar, missa, jalan2 liburan dll.setelah lepas dari SM, baru saya temukan 3 mutiara indah dalam perjumpaan sy brsama beliau dan itu adalah OLD alias obedience - loyalty - dedication. yang sy sesali tuh, ga sempet bezoek beliau saat sakit dan lagi.. beberapa bulan setelah beliau pulang ke rumah BAPA, barulah pertama kalinya saya bisa nginjek tanah kelahirannya di seberang sono dan berada di beberapa tempat2 yg pernah dia tunjukkan lewat foto2 baik di kelas waktu ngajar maupun di kamar kerjanya. dan sy ga sempet mengucapkan: Pater, ternyata benar. terima kasih, Pater!sadar atau ga sadar, suka atau ga suka,ga bisa dipungkiri, bahwa beliau telah membangun dasar OLD di banyak siswa SM, baik yg telah clerus maupun yg laicus. kini.. waktu telah berbicara: yg ngatain beliau seperti di atas tadi, eh sekarang malah ga jelas. hidupnya sebagai imam malah kebablasan dalam bergaul, ga bisa membatasi IT, materi dll. Beliau pernah bilang dengan nadanya yg khas: ya biar itu semua ada...tapi yg penting adalah doa buat perdamaian, terutama perdamaian dengan diri sendiri dalam bathin (sambil menunjukkan rosarionya yg beruntai 70 kali Salam Maria-nya)begeto sebagian kecil dulu Reynold.....nos cum prole pia, Benedicat Virgo Maria!

Kesan terhadap Para Romo/Pater di Seminari

aku ngalami jaman pater wijbrands, Pater Lori, Pater Haruno, Romo Harjono.....punya pengalaman mengensankan semua...Pater Lori dengan ketegasan tangannya......pater wijbrand dengan ketegasan hatinya dan teladannya, romo Haruno dengan kesederhanaan (GL 100) dan guyupnya kalau pas main bola bareng, Romo Harjono kerapihan dalam berpakaian, berpenampilan. Semua punya kesan baik dan pasti memberi warna buat semua seminaris yang pernah didampingi oleh beliau-beliau ini....Thanks para pater/romo atas kesetian pernah menjadi Orangtua di seminari dulu....(Yulius)

PATER RECTOR....PRIBADI YANG SANGAT MENGAGUMKAN...SANGAT BISA DITELADAN.....SALAM DARI JOGJA, (MATHEUS H)
Jadi mau ikut nimbrung nih....Pembicaraan makin menarik saja. Apalagi tentang simbah P. Wijbrands. Memang betul beliau sekilas tampil konservatif. Saya termasuk hasil yg sudah dibina selama 6 tahun lebih dikit. Mulai dari kelas 1 SMP - 3 SMA (kelas 7 cuma 3 bulan). Memang hasilnya sudah saya rasakan, kapan mau sharing tentang pengalaman hidup sama beliau, saya siap. Bila perlu dengan adik-adik di seminari, karena rasanya masih terus terasa up to date hingga kini. Mulai dari bangun tidur, hingga makan gaya eropa, pernah saya dapatkan dari beliau. Dengar Musik (Mozart), Nonton Film (Charlie Chaplin), Drama(Lupa Pengarangnya) Koor (Gregorian) Longmarch ke Cipanas, sudah saya alami, ternyata terasa hingga sekarang. Banyak cerita suka dan sedih saya alami. Mulai dari sakit hingga wafat saya ikut datang, bahkan pernah makan bareng (cuma berdua) di Cafe -Venezia, TIM beliau mau saya ajak.Nah itulah sedikit pengalaman bersama beliau,... Mungkin suatu saat saya akan tuliskan di milist pengamalan saya ini. Agar bisa diambil inti pergulatan hidup sesungguhnya.Salam,roland

Wijbrands Awards

Seperti saya setuju kalau kita buat Wijbrands Awards.Dasarnya begini. Hari ini saya cuti khusus utk ngurusin rekening2 atas nama saya yg berserakan di beberapa BCA. Termasuk rekening D Larista. Saya sempet mengintip, dana yg ada sekitar 7 jutaan (pokoknya kepala tujuh)Rencana awal, dana itu kita berikan kpd seminaris sebagai beasiswa, dgn gambaran dana tersebut akan terus berkembang dr pr alumni utk adik2 kita. Tapi kenyataannya, selama Jan - Maret ini, tdk ada uang masuk kecuali dr pendpt an bunga setelah dipotong pajak dan bea adm sisa 2500 an perak. Bagaimana kalau beasiswa tersebut kita selipkan dalam Wijbrands Awards ? Dikepala saya, awards yg dipertandingkan adalah:
1. Ketrampilan berbahasa asing (Jerman dan Latin).Karena ketrampilan berbahasa asing seperti yg kita rasakan sangat berguna bagi pegangan hidup kita (baik sebagai awam maupun selibat). Jendela dunia.Disini hanya dipertandingkan intern SM. Kita secara resmi bisa minta sponsor dr Goethe Institut berupa pengajaran gratis selama 6 bln bagi seminaris, juri dan beasiswa belajar ke Jerman. Selama 6 bln gratisan tersebut, seminaris bs diajarkan tulis menulis/mengarang, pidato bhs Jerman. Utk bhs Latin kita bs mengajukan ke kedutaan Vatikan atau Italy, berupa hal yg sm seperti yg diajukan ke Jerman. Pemenang hanya satu utk setiap kategori. Hadiah uang 1 juta.
2. Lomba paduan suara. Lagu Gregorian. Ini bs minta sponsor ke kedutaan Italy secara resmi, berupa pengajaran nyanyi Gregorian, penjurian dan beasiswa. Hadiah 1 juta. Hanya ada satu kelompok pemenang. Peserta bs kita undang seluruh seminari di Indonesia.
3. Pertandingan sepak bola. Pemenang hanya satu yg dpt hadiah 1 juta. Peserta seluruh seminari di Indonesia.Target lain poin 2 3, SM menjadi pioneer pemersatu seminari menengah di Indonesia, sasaran utama mematikan kelompok2 yg berkehendak menutup keberadaan seminari menengah.Utk awal cukup 3 pertandingan. Tapi berbobot.Selama bertanding, seminaris lain bs hidup bersama dg seminaris SM. Tidur rame2 pake tiker (suruh bawa sendiri2). Glengsoran. Mirip temu 5 kolese di de Brito Jogja, seluruh peserta tidur glengsoran di aula.Dana yg kita miliki utk hadiah. Sponsor utk acara kegiatan. Selain juara satu, cukup diberi piagam.Gimana Bro ? Humas bs pasang iklan di majalah hidup 3 kali, isinya ttg undangan sekaligus kesediaan menjadi donatur acara.Waktu pelaksanaan cukup seminggu. Pagi sampai sore main bola. Sore sampai makan malam pidato (menulis tidak perlu performance didepan panggung),abis makan malam nyanyi. Ok gak Bro ?