Pater Wijbrand

Pater Wijbrand
CRESCAT ET FLOREAT

Apr 24, 2010

Mengenal Bogor (Artikel kompas)

Kamis, 22 April 2010 | 15:25 WIB
KOMPAS.com -- Buitenzorg (Bogor), kota yang diunggulkan sebagai kota pelesir, setidaknya sejak awal abad 19. Kota itu selalu dibisikkan oleh warga, khususnya Belanda, kepada para pelancong yang tiba di Batavia. Di awal abad 19, di beberapa wilayah Batavia memang terlihat kumuh. Belum lagi udara panas dan, tak ketinggalan, nyamuk. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan kondisi Buitenzorg, tetangga Batavia, yang lebih pas menjadi kota wisata. Selain Nederlandsche Plantetuin te Buitenzorg alias Kebun Raya Bogor, Paleis Buitenzorg (Istana Bogor), panorama Gunung Salak juga jadi andalan.

Keindahan Gunung Salak dan Sungai Cisadane bahkan bisa dinikmati langsung dari kamar sebuah hotel beken bernama Hotel Bellevue. Sementara hotel mewah lainnya, Hotel Binnenhof, tak kalah top karena hotel ini menampung tamu elit Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Hotel yang dibangun pada 1856 itu kini menjadi Hotel Salak The Heritage.

Kisah pelancong yang mengunjungi Buitenzorg di abad 19 dipaparkan dalam Buitenzorg, Kota Terindah di Jawa: Catatan Perjalanan dari Tahun 1860-1930) yang ditulis Ahmad Baehaqie. Buku kecil itu merupakan upaya Kampung Bogor, sebuah komunitas warga pecinta Bogor yang ingin agar sejarah kota itu tak tergerus zaman.

“Sore hari sekitar pukul 16.30 adalah waktu terbaik melakukan perjalanan ke Buitenzorg dari Stasiun Weltevreden (kini Stasiun Gambir) yang riuh oleh calon penumpang dan pengantar. Pelancong asing kebanyakan memilih duduk di kelas utama,” demikian pelancong anonim itu membuat catatan harian yang kemudian dikutip Baehaqie. Selanjutnya, catatan itu menggambarkan pelayanan dan fasilitas kereta Batavia – Buitenzorg tersebut.

Perjalanan Batavia – Buitenzorg semakin mudah sejak jalur kereta api yang menghubungkan kedua kota itu resmi digunakan. Sebelumnya, alat transportasi menuju dan dari ke dua kota tersebut hanya bisa menggunakan kuda.

“Di luar jendela ditutupi dengan kayu tebal untuk menahan sengatan sinar matahari, lapisan kulit tebal menutupi kursi berukuran besar, dindingnya berwarna putih dan biru diselingi lukisan Mauve dan Mesdag. Mejanya sungguh nyaman, dengan rak di atas kepala dan kamar ganti berfunitur indah. Kelas dua memiliki layanan hampir mirip dengan kelas satu, namun lebih banyak penumpang. Kelas tiga berupa sebuah gerbong panjang tanpa penyekat dan berbangku tanpa sandaran, sessak ditempati oleh penduduk lokal,” begitu tulis si pelancong yang kagum dengan sistem keamanan kereta tersebut karena semua barang bawaan penumpang terjaga dengan baik.

Menurutnya, keadaan kamar kecil kereta tersebut lebih baik dibandingkan kereta api cepat di Inggris. Tentu saja itu semua gambaran di abad lampau.

Selain suasana di dalam, sang pelancong juga menggambarkan pemandangan yang bisa dinikmati sepanjang perjalanan. “Melalui jendela kereta api, tampak persawahan, perkebunan tebu, pisang, dan jagung. Sekali-sekali saat kereta api sedikit berkelok, kita bisa melihat pegunungan di kejauhan. Mengagumkan,” tutur si pelancong sambil menambahkan, kereta api hanya berhenti sekali dan tiba di Buitenzorg dalam waktu satu jam 20 menit. Dan penumpang pun disambut hujan di Kota Hujan, Buitenzorg.

Di kota ini, sang pelancong pun menjelajah kota, sejak dari pasar di dekat stasiun, hingga hotel-hotel ternama, Istana Bogor, dan pastinya Kebun Raya Bogor.

Untuk melihat bagaimana kondisi kereta api Jakarta – Bogor kini, sekaligus juga menyambangi lokasi dan gedung bersejarah di Kota Bogor seperti yang pernah didatangi si pelancong, Komunitas Jelajah Budaya (KJB) menggelar Jelajah Kota Toea: Batavia – Buitenzorg pada Minggu 25 April 2010.
“Buitenzorg itu artinya ‘tanpa kecemasan’, akhirnya kampung itu menjadi kota. Gubernur Jenderal van Imhoff jatuh cinta pada kawasan ini dan mengembangkannya menjadi area pertanian dan peristirahatan. Sampai akhirnya dibangun lembaga penelitian s’Lands Plantentuin te Buitenzorg atau Kebun Raya Bogor. Kita mau mencoba melihat kembali perjalanan Jakarta – Bogor di masa silam, naik kereta api. Kemudian mengelilingi Kota Angkot itu,” kata Kartum Setiawan, ketua KJB.

Rute yang akan dilewati antara lain Stasiun Bogor, Taman Topi, Katedral Bogor, Hotel Salak, sisi luar Istana Bogor, dan tentu saja Kebun Raya Bogor. “Kita bikin tiga tititk keberangkatan, ada dari Museum Bank Mandiri, Stasiun Gondangdia, dan Stasiun UI. Biayanya Rp 80.000/orang. Calon peserta bisa hubungi nomor HP 0817 9940 173 atau 021 99 700 131. Bisa juga via email ke: kartum_boy@yahoo.com,” ujarnya.

Foto Angkatan 85










Apr 6, 2010

Pada Hari ke Tiga Bangkit dari Kubur

Ada seorang pastor berkotbah begitu menawan, sampai-sampai seorang bapak yang pemarah bertobat menjadi tidak pemarah. Untuk mengabadikan pertobatannya, ia membuat kuburan di halaman rumahnya untuk menguburkan kemarahannya dengan sebuah tulisan diatasnya "disinilah kemarahanku dikuburkan".Di hari pertama dia begitu baik dengan istri dan anaknya, tidak pernah marah sedetikpun. Istri dan anaknya sangat senang karena bapaknya tidak pemarah lagi.Di hari kedua, semua karyawannya heran dan senang karena si bos tidak penah marah sedetikpun. Mereka yakin si bos sdah berubah.Di hari ketiga, si istri ingin lebih yakin apakah istrinya benar-benar berubah. Pagi-pagi, si istri membuatkan kopi utk suaminya, namun gulanya diganti dengan garam. Dengan wajah gembira si suami duduk di meja dan meminum kopi yg disuguhkan si istri. Ketika kopi menyentuh ujung lidahnya, kontan si suami membanting gelas dan marah-marah. Istri apaan kamu. Sufah bertahun-tahun kita hidup bersama, membuayt kopi saja tidak bisa.Si istri lari ke kubutran di halaman rumahnya, dan seketika itu baru dia sadar bahwa di hari ketiga kemarahan suaminya sudah bangkit.