Pater Wijbrand

Pater Wijbrand
CRESCAT ET FLOREAT

Mar 30, 2010

Rekaman Kotbah Almarhum P. Wijbrands OFM

Rekaman khotbah almarhum Pater Remedius Wijbrands, O.F.M., 30 Juni 2000. Saudara-saudari terkasih, Dalam majalah Hidup, minggu-minggu terakhir, ada tulisan dari pater Edi Kristianto mengenai khotbah. Ini baik ... cukup baik, tetapi ... ada tapinya. Saya kuatir bahwa dengan tulisan ini, pendapat dari banyak umat ialah: Yang paling penting kalau kita berkumpul pada hari Minggu atau pada Misa lainnya, yaitu khotbah. Kalau romo yang berkhotbah bagus dan bersemangat, ya bisa juga dikatakan baik. Kalau kebetulan romo itu tidak begitu pandai untuk berkhotbah, bisa-bisa orang akan berkata: "Tidak begitu menarik hari ini." Khotbah itu tidak bagian paling penting dalam Misa. Harus ada, dan tentu romo harus berusaha untuk mempersiapkan diri dengan baik. Tetapi ... ada yang pandai ada yang tidak pandai. Ada yang bisa bernyanyi ada yang sama sekali tidak bisa bernyanyi, barangkali mengalami sendiri, kadang-kadang romo walau bermaksud baik tidak bisa bernyanyi. Ketika saya masih di Bogor, di Katedral Bogor, ada imam Misa. Terjadi bahwa umat bertanya tidak: "Siapa yang mempersembahkan Misa pada jam ini atau jam itu?" yaitu suka dengan cara romo itu mempersembahkan Misa, tetapi mereka bertanya: "Dalam Misa manakah romo Adikardjono main organ?" Dan dia betul ahli main organ, dia betul seorang yang tahu tentang musik klasik atau musik Gregorian. Kalau saudara-saudari barangkali tahu, dia sekarang masih hidup tetapi berumur 96, sudah tidak bisa main lagi. Tetapi waktu itu dia betul-betul handal, betul bagus, saya juga senang mendengar dia. Namun terjadi juga bahwa sehabis itu umat berkata, "Ya ... ini enak ya ... romo Adi yang main organ," atau "Hari ini enak Misa itu, sebab ada koor yang betul terlatih dan bagus juga." Saudara-saudari, musik itu tidak yang paling penting dalam Misa. Tentu sangat membantu ... sangat membantu. Seperti khotbah ... bisa sangat berguna. Tetapi tidak untuk itu berkumpul di Gereja. Kalau mendengar musik baik bisa juga lewat radio atau TV, atau suatu gedung kesenian dan sebagainya. Membantu, tetapi tidak yang penting apakah Misa itu bisa berhasil atau tidak. Ada yang berkata, "Ya ... senang setiap hari Minggu bisa ke Gereja, sebab saya bisa menyambut Tuhan Yesus sendiri." Pendapat yang tentu bagus ... bagus tetapi tidak sempurna. Sebab, orang-orang yang sakit atau umurnya tidak mengizinkan mereka ke Gereja, seminggu sekali atau entah kapan, didatangi oleh pastor paroki atau seorang Diakon, yang memberi komuni kepada orang yang harus tinggal di rumah. Ini belum yang puncak dari Misa ... bisa juga di luar Misa. Puncak Misa, saya kira dengan agak baik diucapkan disini dalam prefasi yang kita pakai sekarang. Sebab menurut aturan dulu, pada pesta ini yang dipakai prefasi Natal. Waktu itu ketika saya masih muda, saya merasa aneh mengapa Natal? Tentu ini bisa dipakai. Tapi apa tidak suatu prefasi yang khusus untuk pesta ini? Nah, sekarang ada prefasi-prefasi yang khusus. Disana dikatakan: "Dialah Kristus. Dialah Imam sejati dan kekal." Imam sejati sudah terang. Imam kekal, bagaimana? Tuhan Yesus sudah tinggal di sorga? Dia tidak mati lagi seperti di kayu salib, yang menjelaskan diri-Nya sebagai korban, dalam tahun 33? Tetapi dilanjutkan: "Sebagai korban sepanjang masa!" .... Yesus hanya dikorbankan satu kali. Saudara-saudari, yang pertama ialah Imam yang menyerahkan diri-Nya, tidak seperti orang-orang Yahudi dahulu, yang menyerahkan kepada Tuhan Allah, kerbau atau sapi atau domba, tetapi Yesus menyerahkan diri-Nya. Jauh lebih berharga dari semua binatang itu. Tetapi juga jauh lebih berharga dari kita yang berkumpul disini. Bukankah kita, kita semua, tidak usah malu, semua orang yang lemah ... orang yang banyak kekurangan ... orang yang kerap berdosa. Untuk saya, Tuhan tahu untuk Tuhan saya kira lebih kepada Tuhan. Yah ... Tuhan menerima itu karena melihat kehendak saya. Tetapi apa harganya? Saya ini orang yang berdosa. Tetapi Yesus menyerahkan diri sebagai Anak Domba tanpa cela. Dia tidak ada dosa. Dia tidak ada kekurangan apapun. Dan ini diulangi, dan ini dihadirkan disini di dalam Misa, dalam setiap Misa. Tidak pada waktu persembahan kita memberi roti dan anggur. Memang berapa harganya? Apalagi itu tidak berasal dari umat. Ini pastor sendiri, atau koster, atau ketua panitia liturgi yang mengurus itu supaya ada roti dan anggur. Katanya ... dan ini benar, benar sekali: "Tetapi roti dan anggur menjadi lambang dari kemauan saya. Seperti kita menyerahkan roti dan anggur, begitulah saya menyerahkan diri kepada Tuhan." Bagus, benar! Tetapi lagi ... siapakah ini, hadiah apapun ini, orang yang berdosa ini? Tetapi Yesus menyerahkan diri-Nya kepada Bapa dan tentu Bapa menerima itu dengan senang hati. Dan ini tidak hanya dalam tahun 33, tetapi masih tetap selama-lamanya, setiap kali. Tetapi ... Yesus tidak mati lagi, tidak dibunuh lagi?! Yang paling penting kalau kita memberikan sesuatu ialah tidak harganya, tetapi kemauannya yang ada di dalam hati kita. Ada orang lain barangkali sudah beristri atau istri yang bersuami, tidak penting apa yang diberikan, tetapi kalau tahu ini dari hati yang murni, dari hati yang mengasihi, maka ini harganya, yaitu pemberian itu. Begitu dengan Tuhan Yesus. Yesus kalau perlu mau menyerahkan diri lagi seluruhnya sampai di kayu salib, untuk menghormati Bapa dan untuk menyelamatkan kita sekalian. Inilah inti dari setiap Misa: Penyerahan, mempersembahkan diri dari Yesus. Tetapi ... Yesus tinggal di sorga?! Karena itu, maka saya diberi tugas oleh Tuhan Allah itu dan setiap halnya Imam, dan tidak penting apakah yang berdiri disini atau di altar, seorang yang dianggap suci atau seorang yang barangkali dianggap kurang suci. Tidak ada bedanya apakah ini Imam yang biasa atau Bapa Uskup sendiri, atau malahan Sri Paus. Kami semuanya menjadi wakil Yesus, kami semua bertindak seperti dalam bahasa Latin: "In Persona Christi," sebagai pribadi Kristus sendiri. Dan inilah inti saya yang sehari-hari tidak layak, seperti setiap Imam, saling bertindak sebagai wakil Yesus dan menyerahkan kemauan kepada Allah, saya mau menyerahkan segala-galanya sampai dengan kehidupanku sampai mati. Kita berkumpul disini untuk apa?! Untuk mendengarkan musik yang bagus? Atau untuk mendengar khotbah yang bernyala-nyala? Atau untuk menyambut komuni? UNTUK MENGENANGKAN DIA, KAMI MEMPERSEMBAHKAN KORBAN INI. Mengenangkan Yesus tidak sebagai guru, tidak sebagai orang yang baik, yang selalu baik terhadap sesama. Tetapi untuk mengenangkan DIA kami mempersembahkan korban ini, kita mengenangkan kematian-Nya, sengsara-Nya. Khususnya saudara-saudari, dalam masa modern kita berpikir ekonomis. Yah ... semuanya ini bagus sekali, tetapi apa gunanya untuk saya? Dengan menyambut Tubuh Kristus yang dikorbankan lagi ... tidak lepas dari korban salib ... dengan menyambut Tubuh Kristus yang dikorbankan ini, ada hasil untuk saya, ada hasil untuk kita masing-masing. Dengan menyambut Tubuh Kristus yang dikorbankan ini, kami dikuatkan. Sebab saya kira, saya tidak menghinakan saudara kalau berkata bahwa kita semua orang yang lemah sekali. Tetapi dengan menyambut Tubuh Kristus yang dikorbankan ini, kami dikuatkan. Dan dengan minum Darah Kristus yang dicurahkan lagi, kami dimurnikan. Saya ini, dan saudara-saudari sekalian orang yang kotor. Tetapi disini, kami dimurnikan. Saudara-saudari, kita berkumpul untuk mengenangkan dan menghadirkan korban Yesus sendiri kepada Bapa, dulu di Golgota, dan kehendak-Nya untuk mengorbankan diri sampai sekarang. Kalau secara ekonomis, untuk kita sendiri hasilnya tidak enak. Yah ... tidak ada pastor yang biasa hadir, atau, bagus ini main organ, atau koor itu. Tetapi sesuatu yang di batin kita ialah: Kita semua dikuatkan dan kita semua dimurnikan. Marilah kita melanjutkan Misa dan minta supaya kita dapat memohon mendapat suatu pendapat yang benar dan betul mengenai harga Misa ini. Amin.Sumbernya dr Web Akademi kontra indiferentisme/ekaristi dot org

1 comment:

Anonymous said...

terakhir bertemu thn 94 di jogja dlm percakapan dan perbedabatan serius ttg cinta..rip pater